TRIBUNNEWS.COM - Pengemudi Angkutan Sewa Khusus atau yang sering disebut dengan taksi online angkat bicara terkait Surat Keputusan Gubernur dalam kenaikan tarif minimal layanan taksi online. Hal ini mengacu pada Surat Keputusan Gubernur Jateng Nomor 974.5/36 tahun 2023 tentang Tarif Angkutan Sewa Khusus di Wilayah Operasi Provinsi Jawa Tengah.
Dengan adanya SK Gubernur tersebut, tarif taksi online di Jawa Tengah diubah menjadi Rp3.900/km untuk tarif batas bawah dan Rp 6.500/km untuk tarif batas atas. Sementara untuk tarif minimum dinaikkan menjadi Rp 12.600 per 3 kilometer pertama.
Sebelumnya, beberapa oknum pengemudi taksi online di kota Semarang melakukan unjuk rasa dan penyegelan kantor aplikator taksi online guna menuntut kenaikan tarif minimal taksi online. Dengan menaikkan tarif layanan taksi online, para demonstran mengklaim dapat menambah penghasilan mitra pengemudi.
Di sisi lain, kebijakan yang semula dinilai menguntungkan pengemudi, justru bisa menjadi pisau bermata dua. Sebagian mitra pengemudi taksi online di kota Semarang berbeda pendapat terkait kenaikan tarif taksi online di Jawa Tengah. Mereka tidak setuju dengan SK Gubernur karena kebijakan tersebut justru berdampak pada berkurangnya permintaan pesanan dari masyarakat.
Berdasarkan hasil survei jajak pendapat yang dilakukan tim development Maxim Indonesia kepada mitra pengemudi taksi online di Semarang, sebanyak 77 persen mitra pengemudi menyatakan bahwa mereka merasa dirugikan dengan adanya kenaikan tarif ini. Penurunan jumlah pesanan disinyalir menjadi semakin signifikan pada hari ke-3 penerapan kebijakan ini.
Dalam rilis yang diterima Tribunnews (28/3), salah satu mitra taksi online dari aplikasi Maxim yakni Anas mengungkapkan kekhawatiran dirinya tentang penurunan orderan yang signifikan jika tarif dinaikkan. Anas sendiri merupakan pengemudi taksi online yang bergabung menjadi mitra Maxim sejak tahun 2019 .
"Saya tidak sependapat dengan mereka yang menuntut kenaikan tarif taksi online karena saya dan rekan-rekan driver lainnya khawatir jika harga taksi online dinaikkan maka akan berdampak pada jumlah orderan yang semakin sedikit, sejauh ini kami telah merasa mendapat jumlah orderan yang baik dengan tarif saat ini," ucap Anas.
Anas juga menjelaskan bahwa aksi unjuk rasa dan penyegelan kantor beberapa waktu lalu tidak mewakilkan semua suara mitra pengemudi taksi online. Bahkan, sebagian pendemo bukan merupakan mitra driver yang tidak memiliki pemahaman terhadap karakteristik transportasi online dan nama mereka tidak terdaftar dalam sistem di aplikasi Maxim Driver.
Aksi tersebut juga disinyalir merupakan aksi yang dipolitisasi oleh sejumlah orang untuk kepentingan politiknya. Anas berpendapat meskipun Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk menentukan tarif taksi online, namun implementasinya tetap harus merujuk pada peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Pusat.
“Saya mendapat informasi bahwa beberapa pendemo melakukan unjuk rasa untuk membantu mereka mendapatkan suara saat pemilu di mana dukungan dari driver dapat menguntungkan mereka dalam mencapai tujuan politiknya, saya sangat menyayangkan karena tindakan tersebut tidak mewakili suara kami seluruh pelaku driver taksi online, saya harap rekan yang lain bisa lebih bijak dalam hal ini,” sambung Anas.
Dengan adanya kenaikan tarif ASK tidak dapat menjamin bertambahnya pendapatan driver karena kenaikan tarif dapat mengakibatkan berkurangnya minat customer untuk menggunakan layanan taksi online dan customer akan mencari alternatif transportasi lainnya seperti beralih menggunakan kendaraan pribadi.
Berkurangnya jumlah pesanan taksi online akibat kenaikan tarif membuat posisi mitra pengemudi dan masyarakat tidak diuntungkan karena dapat memicu kenaikan harga bahan pokok lainnya. Selain itu, keseimbangan antara supply & demand di masyarakat juga akan terganggu dan berdampak pada keseimbangan ekonomi masyarakat.