IMIP tidak menanggapi tuduhan tersebut, namun mengatakan kawasan industri "selalu menjaga stabilitas, keamanan dan kesejahteraan pekerja asing dan pekerja Indonesia".
"Kami membuat laporan rutin mengenai ketenagakerjaan [tenaga asing] dan [tenaga Indonesia] ke Disnaker Morowali dan Kementerian Ketenagakerjaan."
Kementerian Tenaga Kerja Indonesia tidak menanggapi pertanyaan ABC tentang hak-hak pekerja dan masalah keselamatan di industri nikel untuk berita ini.
VDNI tidak menanggapi permintaan komentar.
Pekerja Indonesia dibayar lebih murah
Pada bulan Februari, pekerja Indonesia berbicara kepada ABC tentang kondisi kerja yang tidak aman di industri nikel.
Adam Siola dari bagian keselamatan kerja mengatakan pada saat itu sistem kesehatan dan keselamatan di banyak perusahaan nikel tidak "berpihak pada" pekerja, dan pihak berwenang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Adam mengatakan keputusan terkait kesehatan dan keselamatan pekerja Indonesia di lokasi pabrik nikel dikendalikan oleh perusahaan China yang memiliki lokasi tersebut.
Menurutnya pemerintah Indonesia perlu mereformasi sistem tersebut untuk meningkatkan kondisi keselamatan pekerja.
"Ketika tim keselamatan [pemerintah] menganalisis potensi bahaya di lapangan dan suatu pekerjaan dianggap berisiko tinggi, pekerjaan tersebut harus dihentikan sementara sementara kami mengelola aspek pengendaliannya," kata Adam.
"Tetapi kami tidak dapat melakukan itu karena kami dihadang oleh tim keselamatan [perusahaan] dari China. Mereka mengatakan kami mengganggu produksi."
Ketika ABC mengunjungi sebuah pasar di Kendari, dekat lokasi operasional beberapa pabrik peleburan nikel di Sulawesi Tenggara pada bulan September, pekerja Indonesia juga mengangkat masalah upah yang lebih rendah padahal melakukan pekerjaan yang sama dengan pekerja asal China.
Pada bulan Februari, Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Morowali membenarkan penduduk lokal dan asing mendapat gaji berbeda untuk peran yang sama.
Sultan Sutrismat, yang pernah bekerja di perusahaan pengolahan nikel hingga baja tahan karat di Morosi, mengatakan perbedaan gaji tersebut cukup besar dan berharap sistemnya diubah agar lebih setara.
VDNI dan anak perusahaan lain dari Jiangsu Delong Nickel Industry mempekerjakan hampir 20.000 pekerja lokal antara tahun 2018 dan 2022, menurut pemerintah setempat.
Pekerja China diperbolehkan keluar masuk tempat kerja tersebut, yang tidak seketat kawasan industri seperti IMIP, menurut peneliti China Labor Watch.
ABC telah menghubungi Jiangsu Delong Nickel Industry dan Tsingshan, pemilik IMIP, untuk memberikan komentar.
Kehadiran ribuan pekerja menciptakan peluang usaha baru bagi warga sekitar.
Hijratul Jannah yang berusia sebelas tahun bekerja bersama ibunya menjual buah-buahan kepada pekerja di luar lokasi PT Obsidian Stainless Steel (OSS) di Morosi, dan sudah belajar bahasa Mandarin sambil bekerja.
"Mereka [pekerja China] paling suka durian, tapi kalau tidak ada… [mereka memilih] semangka karena siang hari panas," kata Hijratul.
"Saya suka karena ada perusahaan di sini, jadi ramai."
Ibunya, Fatiamah, mengatakan toko buah-buahan memberikan penghasilan yang sangat dibutuhkan keluarganya.
"Waktu saya masih petani, kadang untung kadang tidak. Kalau gagal, utang terus," tuturnya.
"Syukurlah ada perusahaan ini sekarang."
Salah satu pelanggan toko buah Fatiamah adalah Yubing Chen, pekerja China yang sudah bekerja di OSS selama lima tahun.
Seperti pekerja lain dari China yang memadati lokasi pasar, Yubing menolak untuk diwawancarai oleh ABC.
Bagi Yubing, yang akhirnya meninggalkan pekerjaannya di Indonesia tanpa paspor dan mendapatkan paspor baru di kedutaan, perusahaan-perusahaan China di industri nikel di Indonesia memandang pekerja sebagai sumber daya yang dapat dibuang.
"Pekerja disamakan dengan bijih, mereka menggali 'nikel' dan kita adalah 'bijih manusia' mereka, yang keduanya tidak ada nilainya setelah digali dan dikonsumsi," ujarnya.
Simak beritanya dalam bahasa Inggris