Laporan Wartawan Tribunnews.com, Andri Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII dari Fraksi PDI-P Dewi Aryani menegaskan bahwa rencana pembatasan BBM bersubsidi harus dibatalkan.
"Saya cenderung bukan setuju, tapi batalkan rencana itu," tegasnya, saat ditemui Tribunnews.com, di sela-sela rapat kerja Komisi VII DPR dengan pemerintah, di gedung parlemen, Jakarta, Senin (13/12/2010).
Menurut Dewi, banyak sekali aspek yang terkait langsung dengan kebijakan tersebut sebagai fundamental munculnya kebijakan sama sekali belum diungkapkan pemerintah dalam paparannya.
Yang pertama, imbuhnya, mengenai perhitungan alasan bahwa sebelumnya kebijakan itu tidak tepat sasaran karena banyak dinikmati oleh orang mampu (kaya).
"Harusnya dihitung betul-betul berapa kerugian negara yang diakibatkan dari kebijakan yang salah sebelumnya. Yang kedua, saya tidak melihat Menteri Keuangan selaku eksekutor bidang keuangan negara ini memberikan alternatif solusi lain dalam menekan defisit negara," ujarnya. Terutama, menurutnya, untuk menambah penghasilan negara.
Dewi menunjukkan alternatif guna meningkatkan pemasukan negara. Ia mengusulkan, pemaksimalan pendapatan negara dari cukai rokok.
"Tadi saya sampaikan usulan-usulan saya adalah meningkatkan cukai rokok. Rokok itu jelas-jelas merusak kesehatan, sekarang pendapatan negara dari rokok itu sekitar Rp 50 triliun per tahun. Kalau dinaikkan 20-30 persen saja pemerintah akan mendapatkan selisih tambahan sekitar Rp 20 triliun," jelasnya.
"Pemerintah dalam penjelasannya, bahwa target 2013 adalah mencapai penghematan hingga Rp 20 triliun. Justru program penghematan ini sebenarnya bisa diperoleh pemerintah dari cukai rokok," jelasnya.
Selain itu, kata dia, dari sisi energi Menteri ESDM, belum pernah memberikan kebijakan yang konkrit mengenai cost recovery. "Itu kalau dikurangi akan menambah beban pengeluaran negara di luar kepentingan rakyat. Yang lebih penting lagi, harusnya pemerintah melakukan negosiasi ulang," terangnya.
DPR Pertanyakan Kerugian Negara akibat BBM Salah Sasaran
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Anwar Sadat Guna
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger