TRIBUNNEWS.COM - Gizou adalah pemalsuan. Kata paling populer selama tahun 2007 di Jepang. Mengapa? Karena kasus pemalsuan sangat banyak terjadi di Jepang tahun lalu. Mulai dari pencampuran daging dalam negeri dengan daging impor tetapi pembungkusnya menyebutkan daging dalam negeri. Lalu pengunduran batas waktu akhir untuk makanan tertentu sehingga makanan itu bisa diundur penjualannya. Pemalsuan data konstruksi jembatan dan jalan raya, serta masih banyak lagi pemalsuan lain.
Kini makanan impor dari China dapat sorotan keras di Jepang. Gara-gara Gyoza, seperti pangsit, membuat sakit 10 orang bahkan seorang anak di Chiba menjadi koma akibat makan gyoza impor dari China.
Setelah diusut ternyata ada pestisida di dalam gyoza pada semua orang yang makan itu (terpisah-pisah dan tiap orang tak ada kaitan satu sama lain). Keesokan hari setelah diumumkan di berbagai media massa, komplain muncul semakin banyak dari masyarakat Jepang yang juga merasa pernah makan gyoza dari China itu, “Badan saya langsung panas, aneh sekali, bibir juga mencicipi rasa seperti ada zat kimia yang tidak benar setelah menelan gyoza tersebut,” papar banyak orang Jepang.
Melihat keadaan Jepang saat ini sebenarnya memang perlu hati-hati. Barang mahal, memunculkan keinginan mendatangkan barang yang sama tetapi harga lebih murah. Maka China mengajukan produk tersebut terutama sayuran makanan dan mulai banyak mempenetrasi pasar Jepang. Sebuah TV Jepang bahkan menayangkan pencucian sayur di China menggunakan deterjen untuk mencuci pakaian.
Di lain pihak moral orang Jepang pun mulai turun, hanya uang saja yang ada di pikirannya. Bayangkan saja, gyoza impor tersebut dapat rekomendasi dari Japan Tobacco, perusahaan raksasa Jepang yang penjualannya mencapai triliunan yen, masih kebobolan hal tersebut sehingga bosnya minta maaf luar biasa di muka pers 30 Januari 2008.
Moral orang Jepang dengan segala penipuan yang kini dilakukan semakin tinggi. Hal ini menunjukkan semakin sulit berbisnis di Jepang. Semakin kuat tekanan persaingan setelah dunia dengan sistem perdagangan bebasnya mulai menggulir juga di dalam negeri Jepang. Ditambah pula informasi yang cepat sampai di tangan akibat kemajuan teknologi saat ini, internet, email, ponsel dan sebagainya yang semakin canggih.
Lalu apa hubungannya dengan Indonesia?
Banyak tenaga kerja kita di Jepang yang bekerja keras dan tetap masih dalam tingkat hidup rendah sehingga membeli makanan yang murah. Sedangkan makanan murah itu di Jepang kebanyakan impor dari Cina. Misalnya sayuran, pada program yang disiarkan TBS TV tanggal 31 Januari 2008 sekitar pukul 08.00 pagi menunjukkan sayuran di China dicuci dengan deterjen supaya bersih.
Lalu dikeringkan untuk dibungkus rapih dan diekspor ke Jepang. Kita ketahui deterjen untuk mencuci pakaian dan bukan untuk mencuci sayuran untuk dimakan. Sangat menjijikkan sekali. Dijual murah di Jepang. Apabila makanan itu dimakan warga kita dan sakit, siapa yang bertanggungjawab? Ke mana harus mengadu? Sedangkan biaya kesehatan sangat mahal di Jepang.
Makanan murah biasanya dimasak dengan minyak babi atau makanan bercampur babi relatif berharga murah. Apabila bukan muslim mungkin tak masalah, tetapi tenaga kerja kita yang mayoritas muslim tentu akan mengalami masalah besar soal makanan. Satu-satunya McDonald di dunia yang punya menu Pork Burger hanya di Jepang. Itu jadi catatan sangat menarik bagi kita terutama kalangan muslim. Padahal kehidupan berjalan terus dan kesehatan harus dijaga dengan baik melalui makanan yang baik dan sehat.
Selain itu citra Jepang sebagai negara yang baik, halus, jujur dan positif lainnya, kini mulai luntur dengan semakin banyak pemalsuan di Jepang. Lalu bagaimana kita sebagai orang Indonesia, baik secara pribadi maupun sebagai pengusaha bisa mempercayai orang Jepang saat ini? Bagaimana cara mengetahui orang Jepang itu benar atau pembohong?
Rasanya bukanlah soal orang Jepang atau orang Indonesia, tetapi manusianya itu sendiri. Terpenting sebenarnya kita sendiri harus menjadi orang yang smart, orang yang pintar, orang yang lihai mengetahui orang yang kita hadapi, siapa pun orang itu, tak peduli orang Indonesia atau orang Jepang. Inilah bagian dari proteksi terhadap diri sendiri yang terbaik, obat terbaik dan termurah.
Caranya mudah sekali, jangan langsung percaya dan banyak lakukan pengecekan pemeriksa ke berbagai pihak ke berbagai sumber.
Misalnya ketemu dengan Mr. Hasegawa dari perusahaan ABC. Tentu kita minta kartu nama dia. Setelah pulang dari pertemuan dengan berbagai info yang kita peroleh saat bertemu, lakukanlah pemeriksaan lewat berbagai cara.
Paling mudah adalah melihat lewat internet. Ketik nama Hasegawa dan perusahaan ABC di Yahoo atau Google. Apabila muncul, periksalah nama orang dan nama perusahaan itu benar atau tidak, bergerak di bidang apa, bagaimana prestasinya dan sebagainya.
Itulah cara termudah memeriksa seseorang. Dari sana dapat dikembangkan lebih lanjut. Bahkan dari pembicaraan orang tersebut bisa dikonfirmasikan ke pihak yang dia sebutkan. Misalnya Hasegawa-san mengatakan kenal si Ali, maka ceklah ke Ali apakah kenal Hasegawa-san, orang yang bagaimana Hasegawa-san dan sebagainya.
Inilah yang harus kita lakukan selalu menghadapi semua orang, check and re-check, pemeriksaan dulu sebelum bertindak lebih lanjut. Hal inilah mungkin yang seringkali terlupa tidak dilakukan banyak orang Indonesia dalam berbisnis. Semoga menjadi tambahan wawasan untuk berbisnis yang lebih baik di masa depan khususnya dengan orang Jepang agar tak menjadi korban Gizou.
Informasi lengkap lihat: http://www.tribunnews.com/topics/tips-bisnis-jepang.
Konsultasi, kritik, saran, ide dan segalanya silakan email ke: info@promosi.jp
*) Penulis adalah CEO Office Promosi Ltd, Tokyo Japan, berdomisili dan berpengalaman lebih dari 20 tahun di Jepang