TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Kehadiran Asean Economic Community (AEC) di tahun 2015 diharapkan bisa diantisipasi lebih serius oleh pemerintah dan pelaku usaha Indonesia. Berlakunya AEC yang berarti produk-produk negara ASEAN bisa bebas keluar masuk bisa berdmpak negatif jika potensi yang ada tidak dimaksimalkan.
Direktur Jenderal Kerjasama Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Agus Tjahajana Wirakusumah, mengatakan sektor industri manufaktur nasional justru dihadapkan pada beberapa masalah baru seperti kenaikan UMR yang mengurangi daya saing industri. Di sisi lain tidak ada insentif yang cukup kuat bagi industri padat karya.
Selain itu, beberapa masalah lintas sektoral juga masih terjadi. Misalnya pengawasan yang masih lemah terhadap produk impor. Lalu panjangnya prosedur pengenaan antidumping apabila terjadi unfair trade practices. Serta infrastruktur yang belum baik sehingga berbuntut tingginya biaya logistik.
Beberapa masalah ini menyebabkan kesiapan Indonesia untuk bersaing di AEC dinilai baru di batas 81 persen. Kadar kesiapan ini membuat Sekretariat ASEAN menempatkan Indonesia baru berada di peringkat keenam dalam kesiapan menyambut masyarakat ekonomi ASEAN.
Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Yusuf Hadi mengungkapkan beberapa masalah klasik ini membuat pengusaha makanan dan minuman domestik harus kerja ekstra keras untuk mengamankan pasar domestik.
"Kalau tidak dibantu kita makin mudah dimasuki produk impor," kata dia.
Untuk itu, industri makanan masih mengupayakan harmonisasi regulasi dengan negara tetangga. Tujuannya untuk memudahkan ekspor bila aturan yang berlaku lebih setara.
Ketua Kadin Surabaya Jamhadi mengatakan AEC bisa menjadi peluang dan tantangan, tapi masih banyak juga kekurangan Indonesia yang harus dibenahi.
“Birokrasi kita masih sulit, Bea Cukai dan Pelabuhan perlu diatur lebih baik karena sering pernyataan pemimpin dan yang dilapangan berbeda, infrastruktur juga kurang,’ ungkap Jamhadi.
Ia menyebut upaya yang perlu dikembangkan oleh pelaku usaha untuk mampu bersaing di antaranya adalah dengan mengembangkan industri.
“Kalau mau maju, industri yang dikembangkan, bukannya meninggalkan industri dan bergerak di jasa saja,” pesannya. (Surya/Dyan Rekohadi)