TRIBUNNEWS.COM JAKARTA-- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan menteri terkait tengah menggodok kebijakan pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) melalui sistem dua harga di Kantor Presiden, Senin (29/4/2013).
Dalam rapat terbatas hari ini, presiden dan beberapa menteri kembali membahas mengenai pengendalian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi khususnya tentang opsi satu atau dua harga.
Terkait hal itu, para pengusaha SPBU yang tergabung dalam Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak Dan Gas (Hiswana Migas), tetap meminta pemerintah mengkaji ulang pemberlakuan dua harga BBM subisidi.
Seperti diketahui pemerintah rencananya akan memberlakukan harga BBM subsidi Rp 6.500 per liter untuk kendaraan plat hitam dan Rp 4.500 untuk motor dan angkutan umum.
Karenanya, mewakili para pengusaha SPBU, Wakil Ketua I Bidang SPBU dan Organisasi DPD III Hiswana Migas, Eko Wuryanto meminta pemerintah untuk mengkaji ulang penerapan opsi BBM subsidi 2 harga.
"Karena implementasi dilapangannya banyak kendala dan akan berpotensi besar adanya penyelewengan-penyelewengan. Utamanya yang mendapatkan premium Rp4.500," ungkap Eko kepada Tribunnews.com, Jakarta, Senin (29/4/2013).
Masalah lain, SPBU dihadapkan dengan masyarakat yang memaksa untuk membeli dengan harga Rp 4.500, sehingga dapat menimbulkan kerawanan sosial. Pun penjual BBM subsidi eceran akan semakin marak dan akan berpotensi menganggu kelanggengan usaha SPBU yang melayani kendaraan plat hitam.
"Atas hal itu semua, kami tidak siap untuk melaksanakan kebijakan 2 harga tersebut. Karena teknis pelaksanaan kebijakan 2 harga ini sangat menyulitkan dan membebani anggota kami, sehingga kami meminta pemerintah agar opsi pemberlakuan 2 harga tersebut dikaji kembali," tegas dia.
Menurut dia, Hiswana Migas lebih mendukung kenaikkan harga BBM subsidi dengan satu harga ketimbang pemerintah memberlakukan sistem dua harga.
"Mungkin saat ini menambah masukan dgn mendukung kenaikan bbm subsidi dgn hanya 1 harga.
Hiswana Migas Lebih setuju Harga BBM dinaikkan," ujarnya.
Senada dengan itu, ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi setuju jika pemerintah menaikkan BBM atau premiun dikenakan satu harga.
Pasalnya, jika diberlakukan dua harga, pemerintah terkesan setengah-setengah dalam membatasi BBM, dan pengawasannya pun akan rumit.
"Yang ada sekarang aja susah dikontrol apalagi dua harga. Saya masih meragukan bahwa pelaksanaannya bisa smooth di pasar. Karena nanti banyak (mobil) plat kuning kerjanya ngangkut barang tapi jual beli minyak aja. Itu saya takut dalam pelaksanaannya, siapa yang ngawasi ?" ujar Sofjan.
Jika harga BBM sekitar Rp 6,500-Rp 7.500, maka pemerintah hanya akan menghemat Rp 35 triliun-Rp 40 triliun. Sofjan menyarankan, untuk biaya penghematan BBM minimal Rp 100 triliun dari RP 300 triliun. Penghematan tersebut dapat dialokasikan bagi pembangunan infrastruktur.
Jika kenaikan BBM jadi terealisasi tahun ini, maka masalah inflasi tidak terlalu signifikan. Karena hanya mengakibatkan inflasi sebesar 1-2 persen. (Andri Malau)