TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Chevron Pacific Indonesia tersandung kasus proyek Biomediasi Fiktif dengan pihak ketiga. Sementara Satuan Kerja Khusus Hulu Migas (SKK Migas) lebih memilih menahan recovery biomediasi sampai proses hukum dapat diselesaikan.
Alasan SKK Migas menunda pembayaran atas operasional produksi migas PT Chevron Pacific Indonesia karena perusahaan asal Amerika itu tersandung kasus proyek fiktif biomediasi, atau pembersihan tanah yang terkontaminasi minyak mentah. Akibat dari itu SKK Migas menahan 9,9 juta dollar AS.
"Proyek itu sudah disetujui BP Migas sebelum jadi SKK Migas sejak tahun 1996 sampai 2012. Proses biomediasi memakan waktu yang cukup panjang karena banyak lahan diloasi pengeboran tercemar minyak mentah," ujar Senior VP Strategic Bisnis Support Chevron Indonesia, Yanto Sianipar, Selasa (7/5/2013).
Yanto menambahkan selama ini manajemen dan keuangan Chevron Indonesia selalu diawasi oleh lembaga pengawasan nasional dan internasional. Yanto juga menegaskan kalau pihaknya tidak pernah bertemu dengan kasus biomediasi sebelumnya karena berakibat pada hukum pidana.
"Pihak Chevron akan tetap berkomitmen untuk tidak mengurangi investasi di Indonesia dan tetap mempercepat proses hukum berjalan sesuai prosedur," ungkap Yanto.
Dijelaskan sebelumnya pasca dikeluarkan kepmen nomor 128 tahun 2013, memaksa setiap perusahaan bertanggung jawab terhadap pencemaran yang terjadi akibat pengeboran. Dengan dalih tersebut maka terjadilah proyek biomediasi atau pemurnian tanah akibat pencemaran.
Namun proyek tersebut masuk dalam biaya operasional cost recovery yang menjadi tanggung jawab perusahaan dan negara, dalam hal ini Chevron dan SKK Migas. Bila Kejaksaan Agung menilai adanya kasus korupsi, karena Chevron menggunakan uang negara.