News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Aturan Cukai Matikan Industri Rokok

Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengamat Kebijakan Publik Lembaga Pemantau Penyelenggara Trias Politika (LP2Tri), Libyanto memperlihatkan penerimaan cukai yang diterima negara, dalam diskusi bertema Peraturan Menteri Keuangan No. 191/2010 Mengancam Industri Rokok Nasional, di Jakarta, Selasa (24/7/2012). Dampak dari PMK ini juga berpotensi merugikan negara karena pangsa pasar yang ditinggalkan perusahaan sebelumnya belum tentu diisi golongan yang sama dan ada kemungkinan maraknya penjualan rokok ilegal. TRIBUNNEWS/DANY PERMANA

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Menteri Keuangan nomor 78 tahun 2013 tentang penetapan golongan dan Tarif hasil Cukai Tembakau pada 10 Juli mendatang dinilai memberatkan pengusaha rokok. Pasalnya, perusahaan rokok skala kecil ikut terkena dampak dalam aturan tersebut dan meningkatkan biaya produksi rokok tersebut.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC) menilai PMK nomor 78 tahun 2013 tersebut dapat melindungi perusahaan rokok kecil. Apalagi, tudingan DJBC yang mengatakan perusahaan rokok kecil berusahaan memiskinkan diri akibat adanya PMK tersebut.

Pengusaha Rokok Gudang Baru Ali Khoizin mengatakan PMK 78 tahun 2013 tidak dapat melindungi perusahaan rokok kecil. Menurut Ali, peraturan tersebut atas usulan dari perusahaan rokok asing yang ingin menguasai pasar rokok di daerah.

"Pabrik rokok besar terutama yang sudah dimiliki oleh asing, untuk memenangkan persaingan tidak hanya bersaing di pasar namun pabrikan asing itu juga mengatur regulasi. Perusahaan yang kecil mau tumbuh dipangkas dengan aturan PMK 78, termasuk melalui klausul terafilisi yang tidak rasional," ujarnya dalam siaran pers, Senin (1/7/2013).

Ali menjelaskan, perusahaan rokok di Indonesia mayoritas berbasis keluarga. Misal dalam satu keluarga bisa memiliki pabrik rokok berbeda-beda. Dalam PMK tersebut, pabrikan yang masing-masing punya ciri khas, karena ada hubungan keluarga dan dengan jumlah produksi memenuhi ketentuan, oleh ketentuan dalam PMK tersebut dilebur dan dikenakan tarif cukai tinggi.

"Logika dalamĀ  PMK 78 itu salah kaprah. Di Malang ada satu keluarga enam bersaudara tapi kemudian karena ada satu lain hal bermusuhan dan masing masing memiliki pabrik rokok. Itu kan hubungan darah, hubungan keluarga, tapi mereka bermusuhan, bagaimana disatukan," tegas dia.

Bahkan, lanjut dia, apabila cukai rokok ditetapkan dalam satu tarif, maka dipastikan industri rokok kecil akan mengalami kolaps.

"Rokok akan satu tarif sama saja kami tak terlindungi. Padahal nilai industriĀ  rokok ada budaya, pemerintah mengabaikan nilai nilai itu," pungkas dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini