TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Rencana pemerintah untuk menggenjot industri dalam negeri dengan memberikan insentif terutama untuk industri padat karya terus menggulirkan berbagai wacana. Menteri Perindustrian MS Hidayat sendiri berencana untuk memberikan tiga opsi pilihan, salah satunya yakni Pajak Penghasilan (PPh) karyawan yang ditanggung pemerintah.
Opsi ini memang baru rencana yang datang dari pemerintah, lalu bagaimana tanggapan dari kalangan usaha?
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menyatakan usulan insentif pajak dari pemerintah belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan buruh. Pasalnya, jika ingin menyelamatkan industri padat karya, fokus utamanya terletak pada kepastian kenaikan upah minimum provinsi (UMP).
"Tiap tahun itu harus ada ukuran-ukuran yang jelas, tidak bisa karena ukuran politik," kata Sofjan, di Jakarta, Kamis (15/8/2013). Ia mengungkapkan, dalam aturan Undang-undang (UU) No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dibahas tidak hanya kebutuhan hidup layak. "Ada produktivitas mereka (buruh) dan pendapatan ekonomi negara kita. Jadi itu mesti sama-sama," paparnya.
Pasalnya, menurut Sofjan, jika kepastian UMP tidak diperoleh, upah buruh kita sudah tidak kompetitif dibanding negara-negara lainnya. Ia memberi contoh, upah buruh di Kamboja dan Bangladesh kini besarnya sepertiga lebih murah dari upah Indonesia.
Sofjan pun menegaskan permasalahan pengupahan harus dipecahkan. "Kalau enggak ada kepastian itu, orang enggak berani (berinvestasi) lagi," katanya. (Erika Anindita)