TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) tahun ini menyediakan 100 ribu unit rumah subsidi dengan KPR FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan). Sampai semester pertama tahun 2013, rumah subsidi Apersi sudah terserap 50 ribu unit, atau setengahnya dari pasokan yang ada.
Ketua DPP Apersi versi Munas Jakarta, Anton R Santoso menjelaskan hal yang menjadi kendala mendapatkan rumah bersubsidi adalah kepemilikan sertifikat rumah. Agar bisa mendapatkan sertifikat, calon pembeli rumah harus melakukan akad terlebih dahulu.
"Bukan masalah anggaran tapi sertifikat. Masalahnya di akad, kalau bisa dipecah, sudah ada persetujuan kreditnya baru dapat sertifikat," ujar Anton, Kamis (5/9/2013) malam.
Anton menjelaskan agar bisa memecah akad dan mendapatkan sertifikat rumah membutuhkan waktu yang lama. Pihak Apersi pun tak bisa memprediksi secara pasti kapan sertifikat bisa didapatkan calon pemilik rumah.
"Memecah sertifikat perlu biaya dan waktu. Kami nggak bisa diprediksi. Bisa dua bulan, tiga bulan, bisa enam bulan," ungkap Anton.
Anton menambahkan prosedur mendapatkan sertifikat rumah tidak dibedakan antara rumah mewah dan rumah subsidi. Hal yang dikedepankan Apersi adalah menyediakan rumah murah dengan pembiayaan KPR FLPP sesuai program pemerintah.
"Bicara komersial dan non subsidi tetap sama. Apersi membangun rumah untuk kepentingan MBR," papar Anton.