TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG -- Jabar harus memiliki minimal 200.000 ekor sapi perah untuk bisa memenuhi kebutuhan akan susu segar di Jabar. Namun, sejauh ini, populasi sapi perah di Jabar masih jauh dari angka ideal itu.
Sepanjang tiga tahun terakhir 2010 hingga 2012 populasi sapi perah di Jabar adalah 120.475 ekor, 139.970 ekor, dan 135.903 ekor. Dari populasi sapi perah pada 2012, ada 111.643 ekor sapi perah betina. Data dari Dinas Peternakan Jabar itu menunjukkan, dalam dua tahun terakhir, produksi susu di Jabar relatif stabil.
Pada 2010 Jabar memproduksi 262.277 ton susu kemudian tahun berikutnya memproduksi 302.603 ton susu, dan pada 2012 memproduksi 290.442 ton susu. Tingkat kebutuhan susu di Jabar terus membengkak. "Tahun lalu, impor sekitar 70 persen dan tahun ini mengimpor 80 persen susu," ujar Kepala Dinas Peternakan Jabar, Koesmayadi Tatang Padmadinata.
Artinya, produksi Jabar hanya bisa memenuhi 30 persen total kebutuhan susu di Jabar pada 2012 lalu berkurang menjadi 20 persen pada tahun ini. Koesmayadi mengatakan kekurangan susu segar itu bukan karena merosot drastisnya jumlah dan produktivitas sapi perah.
"Tiap tahun jumlah industri pengolahan susu (IPS) bertambah. Selain itu, sejumlah IPS menambah kapasitas. Hal itu membuat kebutuhan akan susu segar bertambah," katanya. Menurutnya, 90 persen konsumen susu segar di Jabar adalah IPS. Sisanya, 10 persen, untuk konsumsi rumah tangga. "Kapasitas terpasangnya tinggi sementara produksi susunya relatif tetap. Pembaginya gede," ujarnya.
Harusnya, kata Koesmayadi, komposisi komsumsi itu lebih besar untuk rumah tangga. Saat ini komsumsi susu segar di Jabar hanya 6,09 kg per kapita per tahun. Jumlah itu jauh di bawah ketentuan Organisasi Kesehatan Dunia(WHO) tentang konsumsi susu segar minimal 23 kilogram per kapita per tahun.
Angka ini kian jauh bila dibandingkan konsumsi susu segar India yang mencapai 60 kg per kapita per tahun. "Kami mengimbau Kementeri Pertanian untuk membuat aturan agar perusahaan-perusahaan yang mau mendirikan IPS di Jabar membawa sapi sendiri. Selama ini, mereka (IPS-IPS) tidak bawa sapi, kalau kurang (susu segar), ya impor saja," kata Koesmayadi.
Menurutnya, aturan itu bisa membuat populasi sapi perah di Jabar bertambah sehingga berdampak naiknya tingkat pemenuhan susu segar di Jabar. Beberapa IPS, mulai menerapkan prinsip itu. Namun, jumlah dan produktivitas sapi perah di Jabar menurun.
Jumlah sapi perah berkurang lantaran peternak menjual sapi untuk dipotong menyusul harga daging sapi yang mahal. Namun, peternak kesulitan membeli penggantinya lantaran harga sapi perah naik dari yang biasanya di bawah Rp 10 juta per ekor menjadi Rp 15 juta per ekor.
Produksi susu segar menurun karena banyak sapi perah betina mengalami gangguan alat reproduksi. Itu diakibatkan lantaran harga pakan naik berkisar Rp 500 sehingga menambah biaya dan membuat peternak kesulitan mendapatkan pakan yang banyak dan bagus.
"Patokannya, satu kilogram pakan bagus menghasilkan dua liter susu segar. Saat ini, harga pakan yang bagus mencapai Rp 3.500 per kilogram," ujar Koesmayadi. (tom)