TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Kehadiran terpal plastik impor sejak 2009 lalu sangat mengancam industri terpal plastik dalam negeri. Pasalnya harga terpal impor yang masuk di Indonesia dijual dengan harga lebih murah dibanding terpal lokal. Bila harga terpal buatan Indonesia dijual dengan harga Rp 28 ribu/kilo gram, terpal impor dijual sekitar Rp 20 ribu/kilo gram.
Menurut Fajar Budiyono Sekretaris Jenderal INAplas (Asosiasi Industri Olefin Aromatik & Plastik Indonesia), sebenarnya dengan dikenakannya Tindakan Pengamanan (Safeguard Measure) terhadap impor terpal melalui Peraturan Menteri Keuangan RI No. 176/PMK.011/2011 tanggal 17 Nopember 2011, pada awalnya selama 3 bulan tidak ada impor. Tapi, pada bulan berikutnya sampai dengan bulan ke 6 sudah mulai ada lagi impor dan sampai sekarang impor terpal sudah mebanjiri pasar lokal.
Salah satu produsen terpal plastik yang enggan disebut namanya mengakui kehadiran terpal impor sangat berdampak terhadap permintaan terpal lokal. Untuk mengantisipasi kehadiran terpal impor, produsen terpal lokal juga sudah mencoba menurunkan harga, hanya saja harganya tidak bisa semurah terpal impor, sehingga tetap tidak dapat bersaing.
Hal ini tentu akan berdampak terhadap penurunan produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada pengurangan tenaga kerja. Tidak tertutup kemungkinan masuknya terpal impor akan berdampak terhadap produk lain (seperti karung dari plastik) akan mengalami nasib yang sama hal yg sama (kebanjiran produk impor dari China).
Kehadiran terpal impor mulai dirasakan imbasnya bagi salah satu produsen yang sejak tahun 2000 memproduksi terpal lokal, tahun ini diperkirakan produksi terpal mengalami penurunan sekitar 15% . Dimana sekitar 90%-95 % untuk memenuhi pasar lokal, sedangkan sisanya sekitar 5%-10 % untuk memenuhi permintaan pasar ekspor yang dirintis sejak tahun 2003.
Dari sisi kualitas terpal lokal lebih baik, lebih panjang umurnya. Dari sisi penggunaan produk lokal bisa tahan 6 -12 bulan, sedangkan terpal impor daya tahan hanya 1-3 bulan tergantung pemakaian. Dari sisi kuantitas, kapasitas produksi terpal lokal mampu memenuhi permintaan domestik. Permintaan terpal lokal dalam 3 tahun hanya tumbuh sekitar 5% rata-rata dalam 3 tahun terakhir.
Meningkatnya permintaan tersebut, karena pertumbuhan kegiatan ekonomi dimana pada umumnya terpal banyak digunakan untuk bahan penutup truk untuk angkutan peningkatan hasil pertanian, meningkatkanya pertumbuhan sektor non formal (pedagang K5) dan lain-lain. Dari sisi permintaan, tahun 2011 sekitar 43.296 Metrik Ton (Rp. 1,08 triliun), 2012 sekitar 45.461 Metrik Ton (Rp. 1,18 triliun), dan 2013 diproyek sekitar 47.734 Metrik Ton (Rp. 1,29 triliun).
Untuk membendung masuk terpal impor dan produk plastik lainnya produsen terpal lokal bersama INAplas meminta bantuan pemerintah untuk mengefektifkan Tindakan Pengamanan (Safeguard) terutama dalam pengawasan barang beredar, membantu proses mendapatkan tindakan Pengamanan Safeguard atas impor terpal, memperpanjang masa berlaku Safeguard yang berlaku sekarang yang akan berakhir 17 Nopember 2014, dan yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana mencegah masuknya terpal impor secara ilegal.
Diakui Fajar, bila hal yang tidak segera diatasi, keberadaan terpal impor sangat mengancam kelangsungan industri terpal plsatik dalam negeri, dan yang sangat mengkhawatirkan kalau hal ini tidak segera diatasi bersama sama akan mengancam juga industri karung plastik dalam negeri yang mempunyai karakter industri, distribusi, teknologi yang sama. Dampaknya akan mengancam keberadaan tenaga kerja yang terlibat dalam industri ini yang jumlahnya sekitar 200 ribu tenaga kerja di Indonesia.