Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang
TRIBUNNEWS.COM - Apa yang menjadi perbedaan utama konglomerat dulu zaman Presiden Soeharto sebelum 1996 dan konglomerat saat ini? Ternyata mudah saja, jumlah aset mereka ternyata jauh lebih sedikit untuk konglomerat saat ini. Sementara aset perusahaan BUMN luar biasa tinggi saat ini.
Demikian ungkap Dr. Yuri Sato, Dirjen IDE-Jetro yang juga ahli Indonesia itu, khusus kepada Tribunnews.com, Selasa (24/10/2013) sore.
"Lihat saja Pertamina dengan aset 600 triliun rupiah, PLN dengan aset 200 triliun rupiah. Sedangkan aset Salim Grup hanya 170 triliun rupiah, Sinar Mas Grup hanya 120 triliun rupiah dan mulai konglomerat peringkat ketiga ke bawah semua kurang dari 100 triliun rupiah," paparnya. Jadi beda aset cukup jauh dibandingkan BUMN Indonesia, tambahnya.
Saat ini separuh jumlah konglomerat dulu masih sama, separuhnya lagi sudah berubah dan menjadi pecah atau dibeli asing dan sebagainya.
"Satu konlomerat yang cukup besar dan kuat asetnya adalah kelompok Jarum yang memiliki bank cukup besar. Hal ini sangat penting karena di zaman dulu banyak konglomerat memiliki bank, bahkan satu konglomerat bisa punya dua atau tiga bank, sehingga asetnya cukup besar saat zaman Soeharto. Tidak seperti sekarang yang asetnya menjadi kecil karena mereka tidak lagi memiliki bank," ungkapnya lebih lanjut.
Tidak sedikit perusahaan Indonesia kini sudah dibeli kalangan asing menjadi PMA, bahkan Astra pun sahamnya cukup banyak dimiliki kalangan asing saat ini. Meskipun demikian Sato melihat kemajuan ekonomi Indonesia cukup baik saat ini. Cuma saja proporsinya berubah dibandingkan jaman Soeharto dulu, terutama dari segi aset tersebut.
Dengan kemajuan ekonomi yang cukup baik tidak heran banyak perusahaan Jepang mengincar Indonesia sebagai tempat investasi saat ini.