TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Indonesia dinilai belum siap menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015 mendatang. Hal ini lantaran hanya sedikit tenaga kerja Indonesia yang mengantongi sertifikasi kompetensi kerja (SKK).
"Tenaga kerja kita belum siap dibandingkan Thailand, Brunai, Malaysia, dan Singapura," ujar Staf Ahli Menteri Perindustrian Bidang Perindustrian Bidang Sumber Daya Industri dan Teknologi, Dyah Winarni Poedjiwati pada seminar "Kesiapan Jabar dalam Menghadapi ASEAN Economic 2015", di Novotel, Bandung, Kamis (14/11/2013).
Menurutnya, SKK penting agar tenaga kerja Indonesia tidak hanya sekadar jadi kuli di negeri sendiri saat AEC nanti, tapi bisa mendapat kerja karena memiliki kompentensi yang dibuktikan dengan SKK. SKK pun demi membentengi tenaga kerja Indonesia dari aliran tenaga kerja negara ASEAN lainnya.
Selain itu, SKK bisa dimanfaatkan supaya tenaga kerja Indonesia bisa bekerja di 12 negara ASEAN di luar Indonesia. Menurutnya, demi menghasilkan banyak tenaga kerja tersertifikasi selama setahun tersisa menjelang AEC berlaku, pemerintah sedang berupaya membuat terobosan.
"Kira harus berpikir out of the box. Salah satunya, memikirkan agar sekolah-sekolah bekerja sama dengan asosiasi-asosiasi. Dengan demikian, siswa mendapat pelatihan kerja dan mendapat SKK," kata Dyan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar, Deddy Wijaya, menyebutkan dari total tenaga kerja di Jabar hanya 5 persen yang mengantongi SKK. Jumlah tenaga kerja Jabar yang terdaftar di Jamsostek saja ada 7juta hingga 8 juta orang.
Ia menilai Indonesia lambat dalam usaha untuk menyertifikasi tenaga kerja. "Di Indonesia, susah untuk sertifikasi profesi karena semua izin hanya ada di Jakarta," ujar Deddy.
Karena itu, Deddy mengharapkan pemerintah pusat mau membuka sertifikasi profesi hingga ke kota dan kabupaten.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar, jumlah angkatan kerja Jabar pada Agustus 2013 sebanyak 20.284.633 orang tetapi tidak diimbangi dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) yang justru menurun dari 63,78 persen menjadi 63,01 persen.
Sebesar 49,30 persen pekerja di Jabar berpendidikan SD (sekolah dasar) ke bawah. Pekerja dengan titel sarjana hanya 5,87 persen dan lulusan Diploma I, II, serta III hanya 2,6 persen. (tom)