News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK dan Badan Perlindungan Konsumen Didesak Periksa Merger XL-Axis

Penulis: Sanusi
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah Komisi I DPR menilai ada kejanggalan dalam proses merger antara PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Axis Telekom Indonesia (Axis), kini giliran pengamat ekonomi dari Universitas Gajah Mada (UGM), Revrisond Baswir, mendukung upaya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menilai secara menyeluruh aksi merger XL dan Axis agar dapat menjadi acuan terkait konsentrasi pasar di industri telekomunikasi.

"Bukan hanya KPPU, instansi pemerintah yang lain seperti Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) juga harus menyiapkan kajian agar merger itu tidak merugikan konsumen," ujarnya.

Menurut dia, praktik merger di dalam industri telekomunikasi bisa wajar terjadi jika sesuai regulasi yang berlaku. Namun, jika ada indikasi pelanggaran regulasi, tentu regulator harus tegas menolaknya.

"Sementara terkait indikasi penyalahgunaan wewenang pejabat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan DPR harus menindaklanjutinya agar tidak ada pelanggaran," katanya.

Revrisond menjelaskan regulasi merger harus mengacu pada Pasal 28 UU No. 5/1999 yang menyatakan bahwa merger dilarang dilakukan jika mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

Praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat tersebut terjadi jika setelah merger pelaku usaha dapat diduga melakukan perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang, dan/atau penyalahgunaan posisi dominan. Untuk menilai merger, menurut dia, perlu dilakukan analisis terkait konsentrasi pasar, hambatan masuk pasar, potensi perilaku antipersaingan, efisiensi, kepailitan.

"Intinya, merger yang dilakukan dilarang menyebabkan monopoli," ucapnya.

Anggota DPR dari Komisi I Chandra Tirta Wijaya juga mengapreasiasi keputusan KPPU yang pada akhirnya mengeluarkan keputusan untuk menunda pengajuan merger antara XL dan Axis, sebab dinilai berpotensi memunculkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

"Lembaga lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dapat juga bertindak demi mencegah terjadinya kerugian negara karena merger dua operator itu dalam prosesnya banyak ditemukan kejanggalan dan tidak menutup kemungkinan adanya praktek gratifikasi kepada penyelenggara negara," ujarnya.

Menurut Chandra, frekuensi adalah sumber daya terbatas yang dialokasikan ke operator melalui modern licensing. Jadi diberikan hak pakai namun juga diberikan kewajiban. Dia mencontohkan, lelang blok tambahan 3G terakhir dilakukan melalui beauty contest. Untuk mendapat tambahan spektrum tersebut, operator diwajibkan melampirkan komitmen pembangunan yang mengikat.

"Motivasi XL merger dengan Axis semata untuk mendapatkan frekuensi. Tapi yang perlu ditanyakan, apakah XL sudah menyampaikan kepada pemerintah komitmen pembangunan yang dilampirkan untuk memperoleh tambahan spektrum tersebut?

Jangan-jangan seperti komitmen di modern licensing, dapat izin dan frekuensinya tapi tidak menjalankan komitmennya dengan alasan tidak sanggup bangun. Jelas hal ini hanya menguntungkan XL saja,” ujarnya.

Chandra menegaskan, pemberian frekuensi 1800 MHz secara langsung adalah melanggar prosedur. Seharusnya jika mengacu kepada regulasi, frekuensi eks Axis harus ditarik dulu semuanya, baik 15 MHz di 1800 MHz (2G) dan blok 11 dan 12 di 2100 MHz (3G). Setelah itu baru direalokasikan kembali dengan cara seleksi dan evaluasi, sesuai Permenkominfo No.17 tahun 2005 dan PermenKominfo No.23 tahun 2010.

Jika pemerintah menginginkan pemasukan negara yang maksimal seharusnya mereka mengalokasikan frekuensi 2100 MHz kepada XL karena harga per Mhz frekuensi ini jauh lebih mahal daripada 1800 MHz, sehingga Pendapatan Negara Bukan Pajak juga maksimal. Yang terjadi saat ini pemerintah justru memberikan 1800 MHz kepada XL yang notabene lebih murah, alias menghilangkan potensi keuntungan yang lebih besar.

Belum lagi kalau nanti 2100 MHz ditender, belum tentu para operator berminat karena mereka sudah punya blok yang mencukupi. Makin besarlah kerugian negara.

Dengan melihat berbagai kejanggalan yang ada, Chandra tak segan mendorong KPK juga ikut mengawasi proses merger XL dan Axis yang jelas-jelas tidak fair dan berpotensi merugikan negara.

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyimpulkan bahwa akuisisi XL terhadap Axis akan dilanjutkan ke tahap penilaian menyeluruh. Karenanya, KPPU belum merestui akuisisi ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini