News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Harga Elpiji Naik

Golkar Desak Pemerintah Batalkan Kenaikan Harga Elpiji

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pekerja mengunci kerangka penyimpan tabung gas elpiji di SPBU Jalan Pengayoman, Makassar, Rabu (1/1/2014). Mulai tanggal 1 Januari 2014, PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menaikkan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kilogram (kg) dari sekitar Rp 70 ribu per tabung menjadi sekitar Rp 120 ribu per tabung. Tribun Timur/Muhammad Abdiwan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –Partai Golkar mendesak Pemerintah dan Pertamina membatalkan keputusan menaikkan harga eceran LPG (elpiji) untuk kapasitas tabung 12 kilogram.

Pasalnya, kenaikan harga tersebut akan menambah kesulitan masyarakat menengah ke bawah di tengah melambatnya pertumbuhan perekonomian. Beban itu, kata dia, makin memberatkan pasca berbagai kenaikan harga selama tahun yang lalu seperti kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik.

“Partai Golkar minta Pemerintah dan Pertamina membatalkan kenaikan harga LPG tersebut. Masih banyak solusi lain yang bisa ditempuh agar harga LPG itu tidak naik. Kondisi saat ini tidak tepat karena masyarakat sedang menghadapi banyak beban menyusul berbagai kenaikan harga pada tahun lalu seperti harga BBM bersubsidi dan tarif dasar listrik,” ujar Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Harry Azhar Azis di Jakarta, Jumat (3/1/2014) seperti dalam rilisnya.

Harry mengatakan, penghitungan harga LPG 12 kg harus tetap mempertimbangkan daya tahan masyarakat. Sebab, di satu satu sisi, pemerintah dan Pertamina sebagai BUMN perpanjangan tangan pemerintah, juga berkewajiban melindungi masyarakat dari dampak buruk kesulitan ekonomi.

Dia mengatakan, Pertamina sendiri harus menertibkan inefisiensi yang terjadi diinternalnya termasuk akibat kerugian karena selisih kurs. Menurut dia, alasan pemerintah seperti diungkapkan Menko Perekonomian Hatta Rajasa bahwa pemerintah tidak bisa mengintervensi Pertamina karena gas yang dinaikkan harga tersebut tidak bersubsidi, tidak berdasar.

“Sebab, Pertamina itu kan BUMN yang 100% sahamnya dimiliki pemerintah. Harusnya pemerintah berhak mengatur hal itu. Sebab, ini menyangkut nasib masyarakat yang sedang menghadapi banyak beban secara sekaligus,” jelas dia.

Menurut dia, pengguna terbesar LPG 12 kilogram itu masyarakat kelas menengah dan bawah. Kenaikan itu, juga akan menambah lebarnya kesenjangan pendapatan antara si kaya dan si miskin.Dia mengingatkan, saat ini di lapangan kenaikan harga LPG 12 kg tersebut sudah bergerak liar. Bahkan harganya lebih tinggi dari yang ditetapkan Pertamina. Bukan hanya Rp 117.708 ribu per tabung, tetapi bahkan sudah ada yang dijual pada kisaran Rp 140 ribu per tabung.

“Jadi, di lapangan, kenaikannya sendiri sudah mencapai hampir 100%. Mana janji pengawasan dan penindakan yang disampaikan Pertamina. Demikian juga Pemerintah. Di mata masyarakat, pemerintah tidak lagi berwibawa. Makanya mereka lakukan sesuka hati menetapkan harga,” tegas dia.

Dia menambahkan, kenaikan harga ini berpotensi menimbulkan gejolak ekonomi karena akan memicu kenaikan harga dan juga rendahnya daya beli. Di saat yang sama, kata dia, ancaman inflasi 2014 yang diperkirakan mencapai 8,4% juga sudah di depan mata.

Seperti diketahui Pertamina per 1 Januari 2014 menaikkan harga elpiji nonsubsidi tabung 12 kg sebesar 68%. Pertamina beralasan, kenaikan itu untuk menekan kerugian bisnis elpiji 12 kg yang rata-rata Rp 6 triliun per tahun. Kenaikan serentak di seluruh Indonesia tersebut mengalami kenaikan rata-rata Rp 3.959 per kg di tingkat konsumen.

Pertamina menjelaskan, di tingkat konsumen, kenaikan akan bervariasi berdasarkan jarak stasiun elpiji ke titik serah (supply point). Dengan kenaikan itu, maka harga per tabung LPG 12 kg mengalami kenaikan sebesar Rp 47.508 atau menjadi Rp 117.708 per tabung dari sebelumnya Rp 70.200 per tabung.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini