TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rilis pelemahan data manufaktur China di akhir pekan sebelumnya dan di awal pekan ini memberikan sentimen negatif bagi laju pergerakan sejumlah mata uang emerging market. Dalam hal ini mata uang rupiah masih dalam pelemahannya meski terbatas.
Analisa Trust Securities Reza Priyambada menjelaskan laju poundsterling Inggris dan Won (mata uang Korea) yang terdepresiasi. Hal ini diakibatkan terimbas rilis perlambatan kegiatan manufaktur di Inggris dan China.
"Masih adanya imbas tappering off The Fed (Bank Sentral AS) turut melemahkan laju rupiah," ujar Reza, Selasa (4/2/2014).
Namun hal itu dapat diimbangi oleh rilis surplusnya neraca perdagangan Indonesia senilai 1,52 miliar dollar AS dan rilis inflasi 1,07 persen per bulan yang masih dianggap wajar. Pasalnya secara historis Badan Pusat Statistik menjelaskan memang ada kenaikan di bulan Januari.
"Laju rupiah kembali di bawah support Rp 12.248. Rp 12.260-Rp 12.231 (kurs tengah BI)," jelas Reza.