TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia merupakan negara dengan potensi tuna tertinggi di dunia. Tercatat, total produksi tuna mencapai 613.575 ton per tahun dan nilai sebesar Rp 6,3 triliun per tahun.
Dengan didukung wilayah geografis yang mencakup dua samudera kunci untuk perikanan tuna yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, Indonesia menjadi negara penting bagi perikanan tuna global baik dari sisi sumberdaya, habitat dan juga perdagangan.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sharif C Sutardjo mengatakan, perikanan tuna saat ini menghadapi sejumlah tantangan. Antara lain, menurunnya produktivitas, ukuran yang cenderung mengecil serta daerah penangkapan ikan yang cenderung ke laut lepas.
Untuk itu, kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengedepankan pembangunan perikanan yang berkelanjutan (sustainable fisheries development) terus ditingkatkan. Diantaranya, untuk potensi ikan tuna, KKP telah melakukan penelitian terhadap populasi tuna.
"Penelitian yang dilakukan Loka Penelitian Perikanan Tuna Benoa ini adalah bukti komitmen KKP untuk menjaga keberlangsungan sumberdaya tuna di Samudra Indonesia yang terancam populasinya serta untuk memenuhi tingginya permintaan tuna di pasar dunia," kata Sharif dalam siaran persnya, Senin (17/2/2014).
Sharif menegaskan, di wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia status tingkat ekploitasi tuna jenis Albakor, madidihang, matabesar dan tuna sirip biru selatan sudah sangat mengkhawatirkan dengan status terekploitasi penuh (fully exploited) hingga tereksploitasi berlebih (over-exploited). Sharif menilai hanya tuna jenis cakalang yang masih dalam status terekploitasi sedang (moderate).
Trend penurunan stock tuna ini akan mengancam keberlangsungan mata pencaharian nelayan dan juga bisnis tuna. Kerja sama semua pihak baik tingkat lokal, nasional maupun internasional sangat diperlukan dalam upaya penyelamatan sumberdaya dan bisnis tuna ini.
"Tuna adalah jenis ikan yang pengelolaannya merupakan tanggung jawab bersama antar bangsa," jelas Sharif.