TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Impor tepung terigu tahun ini sudah dipastikan akan menggunakan sistem kuota sebanyak 441.141 ton dan berlaku mulai 4 Mei hingga delapan bulan kedepan.
Namun pelaku usaha industri pangan yang menggunakan terigu sebagai bahan baku utama, tidak terlalu menyambut positif atas kebijakan tersebut.
Budiyanto Ketua Asosiasi Pengusaha Industri Pangan Indonesia (Aspipin) mengatakan, volume impor yang diberikan tersebut masih terlalu kecil sehingga dikhawatirkan akan dapat mempengaruhi harga tepung terigu domestik.
"Kita ingin ada keseimbangan pasar, sehingga harga terigu menjadi kompetitif," kata Budiyanto, Senin (7/4).
Berdasarkan perhitungan Aspipin, idealnya kuota impor yang dibuka tersebut mencapai sekitar 800.000 ton atau setidaknya 10% dari kebutuhan tepung terigu nasional dalam setahun.
Dengan jumlah tersebut, maka akan dapat mempengaruhi harga jual terigu dipasaran dalam negeri.
Namun dengan kebijakan pembatasan impor yang dikeluarkan pada tahun ini tersebut, impor terigu diperkirakan hanya mencapai 5% saja.
Catatan saja, kebutuhan tepung terigu dalam negeri rata-rata mencapai 6 juta ton-7 juta ton per tahun.
Selain menyayangkan kuota impor yang sedikit, Budiyanto juga menyesalkan bea masuk (BM) tepung terigu impor yang dinilai terlalu tinggi.
Dia bilang bea masuk tepung terigu impor mencapai 24%. Padahal agar persaingan harga dapat terjadi idealnya bea masuk yang dikenakan sekitar 5%.