TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan insentif kepada Unit Usaha Syariah (UUS) bank umum konvensional yang berencana lepas dari induk usaha atau spin off.
Direktur Direktorat Penelitian, Pengembangan, Pengaturan dan Perijinan Perbankan Syariah, Departemen Perbankan Syariah OJK Ahmad Buchori menuturkan, salah satu insentif yang akan diberikan kepada UUS yang bertransformasi menjadi BUS adalah ketentuan modal minimum yang hanya sebesar Rp 500 miliar.
Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan modal mendirikan bank umum syariah (BUS) yang sebesar Rp 1 triliun.
Hal ini sesuai dengan relaksasi aturan Bank Indonesia, dimana modal minimum pendirian BUS yang berasal dari pelepasan atau spin off UUS, diturunkan menjadi Rp 500 miliar.
Aturan ini merevisi PBI No 11/3/2009 tentang Bank Umum Syariah yang menyebutkan modal minimum pendirian BUS sebesar Rp 1 triliun.
Pendirian BUS bisa melalui spin off unit usaha syariah (UUS) atau pendirian BUS yang sama sekali baru. Sementara modal minimum untuk pendirian BUS yang sama sekali baru adalah tetap sebesar Rp 1 triliun.
BI menetapkan nilai modal disetor paling kecil Rp 1 triliun. Adapun, kepemilikan asing hanya boleh paling banyak 99% dari modal disetor.
"Kalau pendirian BUS modalnya minimum Rp 1 triliun, bank umum konvensional modalnya minimum Rp 3 triliun. UUS yang spin off jadi bus, tambahan modalnya hanya Rp 500 miliar. Itu salah satu insentif yang kami berikan," ujar Buchori di Tangerang, Kamis (10/4).
Rencana pembatasan bank syariah itu akan disesuaikan dengan Master Plan Perbankan Indonesia. Adapun, jika UUS tidak menjadi BUS maka mereka diusulkan untuk merger atau konsolidasi dengan bank yang ada.
Nah, untuk insentif yang akan berikan kepada UUS yang melakukan merger, OJK sedang melakukan pengkajian.
Sebab menurut Buchori, masih ada waktu sekiranya sembilan tahun lagi untuk mengetahui rencana kerja atau road map dan juga kemampuan masing-masing UUS dalam rangka pencapaian menjadi BUS pada 2023.
"Untuk insentif merger, belum kami bahas sampai kesana, karena masih ada waktu lebih kurang sembilan tahun. Kami belum bisa liat kemampuan masing-masing UUS apakah merasa berat untuk merger menjadi BUS atau tidak," katanya.
Menurut Buchori, jika waktu batas akhir ketetapan transformasi UUS menjadi BUS sudah mendekati, OJK akan melihat insentif yang bisa diberikan kepada UUS yang merger tersebut.
Ia bilang, regulator terlebih dahulu akan melihat permasalahan yang dihadapi oleh UUS tersebut berat atau tidak untuk merger dan menjadi BUS.