News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pertamina Tertinggal Jauh dengan Petronas

Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Rendy Sadikin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivitas pengisian truk-truk tangki untuk distribusi bahan bakar minyak (BBM) di Depo BBM Pertamina di Plumpang, Jakarta, Senin (16/6/2014). Membengkaknya anggaran subsidi energi dalam RAPBN-P 2014 sebesar Rp 392 triliun dari APBN 2014 sebesar Rp 282 triliun, membuat pemerintah berencana memangkas anggaran belanja kementerian dan lembaga negara. KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lembaga Kajian dan Advokasi Energi dan Sumber Daya Alam (LKA-ESDA) Abdul Choir Rachman mengatakan, peningkatan produksi minyak Pertamina sangat diharapkan bagi pendapatan negara.

Selama ini, kata dia, harus disadari bahwa Pertamina ketinggalan jauh dari perusahaan minyak negara tetangga seperti Petronas. Untuk itu, menurut dia, produksi minyak Pertamina pada 2014 ini seharusnya sudah mencapai di atas 200 ribu barel per hari.

Apalagi telah dibentuk Brigade 200K sejak 2012 lalu, yaitu untuk menaikkan produksi minyak 200.000 barel per hari dalam waktu dua tahun.

"Harapan pemerintah maupun SKK Migas, Pertamina dapat terus meningkatkan produksinya," ujar Rahman dalam keterangannya, Rabu (23/7/2014).

Dia juga mempertanyakan pencapaian dari peningkatan produksi minyak dari sejumlah lapangan idle hasil Kerja Sama Operasi (KSO).

Kebijakan KSO yang dikeluarkan oleh Direktur Hulu Pertamina, M Husein sebelumnya sempat menuai protes dari jajaran serikat pekerja Pertamina sendiri pada tahun lalu.

Dia mencontohkan, kebijakan KSO yang juga menggandeng mitra asing, seperti Daqing Oilfield Company Ltd asal China di Lapangan Cepu, sangat bertentangan dengan perjuangan sejumlah elemen anak bangsa untuk mewujudkan kedaulatan atas industri migas Indonesia.

Selain itu, LKA-ESDA juga menyoroti cost produksi minyak Pertamina yang paling tinggi dibandingkan dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) lain.

Berdasarkan informasi yang diperoleh, menurut dia, cost production Pertamina untuk mengangkat minyak rata-rata 60 dolar AS per barel, paling tinggi. Sementara Chevron rata-rata 23-25 dolar AS dan Total Indonesie rata-rata 28 dolar AS.

"Meskipun mempekerjakan orang asing di Chevron, tapi cost produksi tidak setinggi cost produksi Pertamina. Jadi kinerja direktur hulu dalam mengawasi anak perusahaan dipertanyakan," papar Rahman.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini