TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA. Standard Chartered Bank (Stanchart) harus gigit jari. Gara-gara menggunakan jasa debt collector guna menagih utang salah satu nasabahnya, Stanchart harus menerima hukuman membayar ganti rugi sebesar Rp 1 miliar.
Kasus ini bermula terkait perseteruan Stanchart dengan salah satu nasabahnya Victoria Silvia Beltiny. Awalnya, 2005 Victoria yang tak lain nasabah kredit tanpa agunan (KTA) mendapatkan penawaran kenaikan batas pinjaman (top up) dari Stanchart.
Terhitung 25 Juli 2005, Victoria menerima persetujuan pinjaman Rp 20 juta dengan jangka waktu pembayaran 36 bulan, cicilan Rp 885.471 per bulan. Pada 4 Agustus, Victoria kembali melakukan top up dengan pinjaman awal Rp 41 juta dengan jangka waktu pembayaran 36 bulan, cicilan bulan Rp 1,8 juta per bulan.
Namun, mulai Mei 2009. Victoria mulai mengalami kesulitan keuangan sehingga pembayaran cicilan macet. Nah, permasalahan pun mulai muncul setelah Stanchart menggunakan jasa debt collector dari PT Total Target Nissin pada September 2009.
Victoria mengklaim langkah Stanchart ini telah merugikan pihaknya. Lantaran Stanchart melalui debt collector telah melakukan intimidasi, penekanan, pengancaman, dan teror.
Sang debt collector juga menyebarkan ketidakmampuan Victoria membayar utang ke teman-teman kantor sehingga Victoria menjadi malu. Para penagih utang itu juga terus menerus mengirimkan SMS dan menelepon Victoria dengan mengeluakan kata-kata kasar dan mengirimkan faksimili ke kantor Victoria.
Tidak tahan dengan intimidasi dan teror tersebut, Victoria lalu mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Victoria menyebut tindakan Stanchart menagih utang melalui debt collector merupakan perbuatan melawan hukum.
Victoria menuntut ganti rugi sebesar Rp 5 miliar. Gayung bersambut, PN Jaksel mengabulkan gugatannya meski sebagian yakni menghukum Stanchart dan Total Target membayar ganti rugi Rp 10 juta secara tanggung renteng.
Tak terima, Stanchart mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Apesnya, langkah Stanchart ini gagal dan justru PT DKI menambah hukuman Stanchart menjadi membayar ganti rugi Rp 500 juta.
Stanchart kembali mengajukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Lagi-lagi, Victoria kembali menang. MA menolak kasasi Stanchart dan kembali menambah hukuman bagi Stanchart dan Total Target membayar ganti rugi Rp 1 miliar.
Dalam pertimbangan hukumnya, MA menilai tindakan Stanchart melakukan penagihan kredit adalah tindakan tidak profesional karena mengutamakan penggunaan pendekatan intimidasi dan premanisme daripada pendekatan yang lain. Putusan MA itu diketok oleh Hakim Agung Abdurrahman, Syamsul Ma'arif, dan Habbiburrahman pada 3 Oktober 2013 lalu. Putusan ini baru dipublikasikan dalam laman mahkamahagung.go.id pada 12 Agustus 2014 lalu.
Atas putusan ini, kuasa hukum Stanchart Panji Prasetyo belum bisa berkomentar banyak. "Kami belum mengetahui putusan kasasi ini, jadi belum bisa menanggapi," katanya kepada KONTAN, Kamis (14/8/2014).(KONTAN/Yudho Winarto )