TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah diminta untuk lebih inovatif dalam menyelamatkan maskapai Merpati Nusantara Airlines dan mengurangi wacana yang berujung kepada ketidakpastian.
“Pemegang saham Merpati harus bisa memutuskan Merpati akan dibawa ke mana. Diteruskan atau disetop sama sekali. Jangan dibiarkan dalam ketidakpastian,” tegas Pengamat Penerbangan Sardjono Jhonny, Rabu (17/9/2014).
Disarankannya, pemerintah jangan terjebak dengan masalah pencitraan untuk menyelamatkan Merpati yang berujung kepada ketidakpastian.
“Pemerintah harus tuntas mengidentifikasi masalah di Merpati. Jangan sepotong-sepotong. Selama ini Menteri BUMN sudah kadung membangun pencitraan tidak mau meminta uang negara untuk menyelamatkan Merpati. Seharusnya, lebih berani dengan tetap pada perencanaan recovery, masa penyembuhan memang lama. Asal semua jelas kenapa takut,” katanya.
Menurutnya, ide melepas Merpati Maintenance Facilities (MMF) tidak ideal. “Dari dulu MMF itu sudah dijaminkan ke Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Kenapa dipaksakan terus untuk dijual,” katanya.
Ditambahkannya, peran PPA sendiri dalam menyelamatkan Merpati tidak siginifikan sehingga sudah waktunya PPA ditiadakan dalam proses restrukturisasi. “PPA tidak jelas posisinya, mau memberikan utang pake menarik bunga modalnya dari negara yang notabene adalah pemegang saham dari BUMN yang sakit. Jika memang ingin memberikan peran PPA, langsung saja Dirut PPA merangkap Dirut Merpati, lebih cepat nanti ambil keputusan,” tuturnya.
Sebelumnya, Komisi VI DPR meminta Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk segera membayar hak-hak normatif karyawan Merpati.
"Komisi DPR RI meminta Menteri BUMN untuk menyelesaikan hak-hak normatif karyawan Merpati Nusantara Airlines," papar Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Airlangga Hartarto.
Menanggapi hal itu, Dahlan akan mengusahakan pembayaran hak-hak normatif karyawan Merpati. Caranya, dengan menjual salah satu unit bisnis Merpati yaitu Merpati Maintenance Facility kepada PPA.
Namun, seandainya MMF dilepas tidak mencukupi untuk membayar seluruh hak-hak normatif karyawan Merpati. "Kami akan berusaha mengkaitkan Merpati Maintenance dengan PPA, tapi tentu tidak mencapai yang ideal. Ini saya minta bantuan berapapun," katanya.
Dahlan memperkirakan harga MMF jika dibeli oleh PPA kemungkinan hanya sekitar 300 miliar- 350 miliar rupiah. Sementara itu, berdasarkan hasil hitungan karyawan Merpati, hak-hak normatif yang belum dibayarkan mencapai 1 triliun rupiah.
Hingga kini total utang Merpati sudah mencapai 7,9 triliun rupiah kepada pemerintah, BUMN dan swasta. Salah satu opsi pelunasan utang adalah dengan mengonversi utang menjadi saham. Jika konversi disetujui, Merpati masih memiliki pekerjaan rumah untuk membereskan kerugian yang dialaminya selama ini sekitar 7,2 triliun rupiah.