TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, menuturkan permasalahan mafia migas di hilir disebabkan adanya persoalan impor minyak dan gas.
"Soal mafia kalau kita sibuk di hilir, itu memang akibat posisi kita mengimpor. Dimana-mana yang namanya impor itu mengalami penyakit asimetrik information," ujar Noorsy saat diskusi bertajuk "Gilas Mafia Migas dan Tambang, Siapa Punggawa Pendamping Jokowi?" di fX Lifestyle X'nter, Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu (24/9/2014).
Asimetrik informasi terjadi jika salah satu pihak dari suatu transaksi memiliki informasi lebih banyak dibandingkan pihak lainnya. Umumnya, pihak penjual memiliki informasi lebih banyak tentang produk dibandingkan pembeli.
Noorsy menegaskan persoalan untuk menghilangkan mafia migas tidak akan berhasil jika ketergantungan terhadap impor masih tetap berjalan. Menurutnya, selama ketergantungan impor migas tetap berjalan asimetrik informasi ini juga tidak akan bisa dihapus.
"Jadi kalau ada orang yang bilang, saya akan berantas mafia migas itu bohong,"kata Noorsy.
Noorsy pun mencontohkan tentang asimetrik informasi ini dalam kebijakan impor gula. Kebijakan tersebut tidak akan bisa dihapuskan adanya kerjasama politisi, pebisnis dan komperador tang terlibat.
"Berapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu punya stok gula, itu ribuan ton tetapi saat yang sama gula rafinasi juga tetap masuk pasar," kata Noorsy.
Noorsy menambahkan selama liberalisasi dengan impor yang gila-gilaan tetap berlangsung, wacana penghapusan mafia gas juga sulit dilakukan ditambah dengan mental hukum yang mudah untuk dibayar.