TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekitar lima belasan pekerja dan mitra kerja Chevron dari seluruh wilayah operasi di Sumatera, Kalimantan Timur dan Jakarta mendatangi kantor Mahkamah Agung (MA), Istana Presiden dan Kantor Transisi Jokowi-JK untuk mengadukan ketidakadilan yang menimpa rekan-rekan mereka dalam proses hukum kasus bioremediasi.
Mereka mewakili lebih dari lima ribu pekerja dan mitra kerja Chevron yang telah menandatangani surat terbuka.
"Kami mewakili ribuan pekerja dan mitra kerja Chevron, membawa surat terbuka untuk mengadukan nasib rekan-rekan kami. Kami datang dari seluruh wilayah Chevron di Riau, Jakarta dan Kalimantan," ujar Julyus Wardiyan, wakil pekerja dari Sumatera, hari ini, Senin (29/9/2014) di gedung MA.
"Kasus yang menjerat rekan-rekan kami bukan kasus hukum apalagi korupsi. Justru ini adalah tragedi hukum dan kemanusiaan yang bisa saja menimpa siapapun di negara tercinta ini, maka kami ingin agar kasus hukum ini menjadi perhatian bersama. Karenanya surat ini terbuka bagi siapa saja yang peduli hak asasi manusia," tambah Julyus.
Menurut Julyus, mereka mengenal baik rekan-rekan yang terjerat kasus ini sebagai sosok-sosok yang baik dan berintegritas.
"Kami sangat prihatin karena kasus hukum yang menjerat rekan-rekan kami ini, karena lebih dari dua tahun kasus ini telah menimbulkan kesulitan yang luar biasa terhadap rekan-rekan kami dan keluarganya," ujarnya.
Dalam surat terbuka yang dikirimkan ke MA, Presiden dan Presiden terpilih, ribuan pekerja dan mitra kerja Chevron menandatangani surat terbuka ini dan menuntut pihak berwenang bertindak soal ketidakadilan yang menimpa rekan-rekan mereka pada proses hukum kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Dalam surat tersebut, para pekerja meyakini bahwa tidak ada tindak pidana oleh rekan-rekan mereka dalam kasus Proyek Bioremediasi PT CPI dengan tiga alasan utama seperti berikut:
"Rekan-rekan kami telah bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, taat peraturan serta tidak melanggar hukum, tidak ada keuntungan pribadi maupun tindakan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain, tidak ada kerugian negara terkait proyek ini karena PT CPI menanggung seluruh biaya operasi proyek bioremediasi dan tidak ada penggantian dari pemerintah sampai saat ini"
Dalam surat ini para pekerja menilai bahwa proyek bioremediasi termasuk salah satu bagian dalam pelaksanaan Kontrak Kerja Sama (Production Sharing Contract/PSC) antara Pemerintah Indonesia dengan PT Chevron Pacific Indonesia, dimana mekanisme penyelesaian perselisihan mengacu pada hukum acara perdata.
Para pekerja ini pun mengaku bahwa rekan-rekan mereka adalah warga negara Indonesia dan anggota masyarakat yang baik dan memiliki integritas tinggi. Ribuan pekerja Chevron ini mengaku tidak dapat berdiam diri melihat ketidakadilan dan kesusahan yang dialami rekan-rekan mereka.
Surat tersebut ditutup dengan tuntutan agar Ketua Mahkamah Agung, Presiden, Presiden Terpilih serta pihak berwenang untuk membebaskan rekan-rekan mereka yang tidak bersalah dari proses hukum yang saat ini sedang menjerat.
"Ketua MA, Bapak Presiden dan Pak Jokowi sebagai presiden terpilih punya kewenangan untuk menegakkan hukum yang adil bagi seluruh rakyatnya. Tolong dilihat dan dipelajari betul fakta-fakta kasus ini. Rekan-rekan kami adalah warga negara Indonesia yang jelas tidak bersalah dan harus segera dibebaskan dari musibah dan kedzaliman ini," tutur Julyus.