TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA. Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) sedang mengatur dana nganggur milik pemerintah daerah di Bank Pembangunan Daerah (BPD). Tujuannya bagus, yakni memantau dan mengawasi likuiditas. Namun rencana ini bisa mengganggu keuangan BPD. Maklum, sekitar 60% dana pihak ketiga di BPD adalah milik pemda.
Pengawasan terhadap likuiditas tersebut akan dilakukan dengan menarik dana kas pemerintah darah (pemda) di BPD dan ditempatkan di BI. Dana yang ditarik ke pusat itu akan dikumpulkan dalam sebuah rekening khusus yang bernama Treasury Single Account (TSA). Sistem ini secara otomatis akan menarik saldo kas pemda di BPD yang tak dipakai ke dalam akun di BI.
"Kemudian pagi akan dikirimkan lagi. Jadi ini sebuah pengelolaan kas yang efisien," ujar Marwanto Harjowiryono, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kemkeu, Kamis (16/10/2014). Selama ini pengelolaan kas pemda berlangsung terpisah di setiap BPD. Dengan sistem Treasury Single Account, pemerintah dan BI menyatukannya dalam satu akun di BI.
Sebelumnya, sistem TSA ini sudah lebih dulu dipakai untuk mengelola pendapatan dan belanja milik pemerintah pusat. Ke depan, pemerintah akan melengkapi TSA dengan sistem baru, yakni Treasury Dealing Room (TDR). Dalam TDR ini, Kemkeu dan BI akan saling berkoordinasi, sehingga kedua pihak bisa sama-sama memantau jumlah kas negara secara riil.
Dari data itu, Kemkeu dapat membuat rencana penggunaan kas negara tersebut keesokan harinya atau untuk periode sebulan mendatang. Adapun bagi BI, data itu bisa menjadi dasar pengambilan keputusan untuk memantau dan menjaga likuiditas di pasar agar tak berlebih. "Selama ini BI selalu mengeluhkan likuiditas setiap bulan berlebih karena ada pencairan Dana Alokasi Umum (DAU). Ini tak akan terjadi lagi," jelas Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Bambang mengakui, penerapan TSA bisa menyulitkan BPD karena bank daerah itu akan mengalami kekeringan likuiditas akibat penarikan kas daerah ke sistem TSA di BI (lihat juga analisis). Menurut Bambang, Kemkeu dan BI segera mencarikan jalan keluar dari masalah ini.(KONTAN/ Margareta Engge Kharismawati)