Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Beni Pramula mengatakan, isu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) menjadi indikator penting untuk menilai apakah presiden Joko Widodo merupakan pemimpin yang pro-wong cilik, atau malah pro-pemilik modal, korporasi dan mafia migas.
Menurutnya, jika harga BBM jadi dinaikkan pada bulan November nanti, maka terbukti bahwa Jokowi bukanlah presiden yang prorakyat.
"IMM se-Indonesia akan turun menggalang kekuatan rakyat untuk mendesak presiden mundur kalau harga BBM dinaikkan," kata Beni dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (25/10/2014).
Beni menuturkan, menaikkan harga BBM tanda bahwa Jokowi bukanlah presiden wong cilik melainkan presiden para korporat. Menaikkan harga BBM akan membuat kehidupan rakyat kecil makin terhimpit dan mereka berpotensi jatuh dalam kubangan kemiskinan lebih dalam lagi.
Selain itu, katanya, kenaikan harga BBM hanya menguntungkan korporasi besar yang selama ini bermain di sektor migas. Korporasi asing akan menggeser pertamina di sektor hilir. Sebab harga premium dan harga BBM dari korporasi asing yang sekarang tumbuh subur di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia tidak akan berbeda jauh.
"Jokowi harusnya tidak perlu panik. Untuk mengatasi permasalahan defisit anggaran, ada 1001 cara agar BBM tidak naik. Bukankah seperti itu hasil kajian PDIP saat Presiden SBY menaikkan harga BBM," tuturnya.
Beni pun menyarankan Jokowi tidak berfikir sempit dengan menaikkan harga BBM karena tidak akan menyelesaikan substansi masalah defisit APBN. Ia memberi contoh, Jokowi harus menasionalisasi aset-aset strategis terutama di bidang migas. Minimal melakukan renegosiasi kontrak karya yang lebih menguntungkan untuk bangsa dan negara.
"Migas adalah kekayaan alam Indonesia yang manfaatnya bukan dirasakan rakyat tapi para korporasi asing. Hampir 90 persen kekayaan migas kita dikuasai korporasi asing. Kita sebagai bangsa hanya bisa gigit jari melihat kekayaan alam kita sendiri dijarah," tandasnya.