TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Langkah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) ke level 7,75 persen dari sebelumnya 7,5 persen dinilai tidak tepat.
Pengamat ekonomi dari Universitas Pasundan Bandung, Acuviarta Kartabi menilai kondisi perekonomian Indonesia masih kaget akibat kenaikan BBM bersubsidi, sehingga kebijakan tersebut tidak tepat.
"BI kurang tepat menaikkan suku bunga acuan saat ini," ujarnya di Bandung, Rabu (19/11/2014) malam.
Acuviarta mengaku tak bisa menerima alasan BI menaikkan suku bunga acuannya dengan dalih pengendalian inflasi. Sebab, peningkatan inflasi saat ini bukan dorongan peningkatan permintaan melainkan inflasi akan naik akibat kenaikan BBM subsidi.
Begitupun dengan alasan BI demi menjaga nilai tukar, karena saat ini Indonesia tidak akan meningkatkan uang beredar. "Kenaikan BBM subsidi ditambah dengan kenaikan BI rate justru akan semakin meningkatkan inflasi. Dalam 3 bulan ke depan bisa bertambah hingga 3 persen," tuturnya.
Menurut dia, kenaikan BI rate akan berdampak pada sektor riil karena bunga pinjaman akan meningkat. Hal ini akan memberatkan pelaku usaha dalam memenuhi pembayaran tagihan. Kenaikan BI rate, sambung Acu, diperkiirakan akan memicu kenaikan bunga kredit dan memicu kredit macet.
Sementara itu, Corporate Secretary Bank BNP Mario Yahya mengatakan, kenaikan BI rate diluar perkiraan. Sebelumnya, ia memperkirakan BI rate akan dipertahankan 7,5 persen hingga akhir 2014.
"Kami terpaksa melakukan perhitungan ulang dan menyusun strategi bisnis yang baru. Kenaikan BI rate ini berpotensi menaikkan suku bunga pinjaman yang dapat mengganggu kemampuan peminjam dalam melakukan pembayaran," pungkasnya. (Kontributor Bandung, Reni Susanti)