TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Fahmi Radi, mengatakan keberadaan mafia migas di Indonesia sangat kompleks sehingga perlu cara komprehensif untuk bisa memberantasnya. Terlebih, mafia migas sulit ditangkap karena sulit dikenali.
"Mafia migas itu bisa individu bisa segerombolan orang yang memburu rente, yang memanfaatkan dari tata kelola migas dan kedekatan dengan penguasa dan pengambil keputusan. Itu ada di lini pengusaha dan pengambil keputusan dan lainnya," jelas Fahmi, Minggu (7/12/2014).
Fahmi menjelaskan, walau tanpa bentuk, dengan tertangkapnya mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dan Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin menunjukkan bahwa mafia Migas bukan hanya ada di pusat tetapi juga di daerah.
Lebih jauh, Fahmi mengatakan bahwa mafia migas di skala daerah juga meresahkan masyarakat mengingat mereka telah menimbulkan kerugian APBD yang tidak sedikit jumlahnya. BUMD disinyalir sebagai sarang mafia migas. Kemudahan banyak BUMD yang tidak memiliki infrastruktur layak padahal mereka diwajibkan mengelola 10 persen blok migas di daerahnya.
Salah satu faktor yang disinyalir memudahkan ruang gerak mafia migas adalah adanya Pedoman Tata Kerja (PTK) BP migas no.029/PTK/VII/2009 mengajukan penjual dan penjualan gas bumi/LNG/LPG bagian negara. PTK ini memberikan kewenangan penuh kepada BP Migas (kini SKK Migas) untuk menunjuk Badan Usaha yang berhak menjadi Penjual Gas Bumi. PTK ini memungkinkan munculnya margin seeker atau pemburu rente melalui pemberian alokasi gas ke BUMD.
Mendalami kasus gratifikasi yang melibatkan Ketua DPRD Bangkalan Fuad Amin dan Direktur PT MKS Antonio Bambang Djatmiko sebenarnya PJB telah mengadakan survei pemasangan jaringan listrik ke Suramadu beriringan dengan melakukan kajian pipa Gili Timur dalam Studi Transmisi Gas.
Setelah Jembatan Suramadu selesai dibangun, pasokan listrik untuk Madura dipasok melalui Jembatan Suramadu menggunakan Jaringan Interkoneksi Jawa-Bali. Sedangkan jaringan/kabel laut dari Gresik ke Madura hanya diperuntukkan dalam kondisi darurat. Hasil Studi Transmisi Gas yang dilangsungkan oleh PJB menyimpulkan bahwa secara PLTG Gili Timur tidak layak untuk beroperasi.
Menariknya, dari sumber informasi yang layak dipercaya, dokumen Perjanjian Jual Beli Gas antara MKS, PJB dan PD Sumber Daya (BUMD) ditantadangani pada tahun 2007, terhitung dua tahun sebelum PTK tersebut diterbitkan.
Fakta ini secara tidak langsung mematahkan dugaan bahwa gratifikasi yang diberikan oleh Direktur MKS kepada Kepala DPRD Bangkalan adalah bentuk dari pemberian hadiah atau janji terkait jual beli gas alam dengan BUMD.
Sebelumnya, Abbas Santoso, Kepala Area Pelayanan Jaringan (APJ) PT PLN Pamekasan menyebutkan bahwa gangguan listrik (pemadaman) yang sempat terjadi di empat Kabupaten di Pulau Madura pada Agustus lalu sebenarnya hanya disebabkan oleh layang-layang milik warga yang jatuh menimpa jaringan listrik, saat ditemui di Jakarta beberapa waktu lalu.
Subsidi pemerintah untuk akses penyediaan listrik merupakan satu-satunya jalan keluar, mengingat dana yang dibutuhkan untuk membangun jaringan listrik ke daerah yang belum terjangkau oleh PLN mencapai Rp 125 miliar, sementara PLN hanya memiliki kekuatan sebesar Rp 80 milyar. Saat ini, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan mulai membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Bangkalan, Madura untuk siap diperasikan pada 2016 mendatang.
Sebelumnya ada rencana untuk menggunakan PLTG Gili Timur sebagai pemasok utama listrik di Madura, namun perhitungan pembangunan pipa gas dari Gresik ke Gili Timur nyatanya justru menjadikan beban investasi terlalu mahal dan tidak feasible. Sehingga, akhirnya PLTG Gili Timur direlokasikan ke Riau. Mengingat kebutuhan listrik Madura dapat dicukupi dari Jaringan Interkoneksi Jawa Bali, namun di sisi lain di luar Jawa (Sumatera) masih kekurangan pasokan listrik, maka PLN pusat mengeluarkan surat untuk dilakukannya relokasi PLTG dari Gili Timur ke luar Jawa tepatnya ke Duri-Riau.