TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta tidak menyerah menghidupkan kembali PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) walau kondisi keuangan dari maskapai itu dalam posisi merugi.
“Pemerintah bilang sulit, tetapi bukan hal yang mustahil dilakukan. Ini semua kuncinya di niat pemerintah terhadap Merpati. Mau dibikin hidup atau mati,” kata Pengamat penerbangan, Sardjono Jhony di Jakarta, Rabu (7/1/2015).
Menurutnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus menangkap sinyal perubahan yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan yang ingin membuat kompetisi lebih sehat di industri penerbangan.
“Katanya tarif murah mau diatur. Ini tentu bisa menjadi harapan bagi Merpati. Sekarang tinggal pemerintah sebagai pemegang saham membuat blue print baru bagi Merpati yang lebih reliable untuk menjalankan bisnis baru sebelum Air Operation Certificate (AOC) benar-benar dicabut,” tegasnya.
Sementara itu, Pengamat Bisnis Penerbangan, Elisa Lumbantoruan mengatakan Merpati sudah tidak beroperasi sejak Februari 2014 dan sejak awal 2013 memiliki kapasitas yang kecil sehingga tidak ada pengaruhnya kepada pasar.
“Rencana pembatasan harga tiket juga tidak ada pengaruhnya. Masalah harga murah adalah masalah persepsi. Coba pelajari laporan keuangan Airasia, rata-rata yield-nya masih lebih tinggi dibandingkan Low Cost Carrier (LCC) yang lain. Batas bawah 40 persen itu cukup murah, nyatanya rata-rata yield Airasia masih jauh di atas itu,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan sangat berat untuk menghidupkan Merpati kembali. Apalagi, kompetisi di industri penerbangan sangat luar biasa. Sehingga, Merpati sebagai penerbangan yang melayani rute perintis ini dikatakan sulit dibangkitkan.
"Perusahaan ini sudah lama sekali dan mengalami kesulitan. Makanya mau dicari jalan untuk menyelesaikan ini, one for all," kata Sofyan.