TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana pemerintah Indonesia mengonversi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) terancam sirna. Harga minyak mentah dunia yang lagi turun menyentuh level 40 dollar AS per barel membuat banderol Premium dan Solar ikut turun.
"BBG (artinya) bolak-balik gagal terus. Kami juga tidak punya road map, karena tidak kuasa membuatnya. Presiden Jokowi punya road map yang bagus mudah-mudahan bisa terlaksana," tukas Ridha Ababil, Vice President Corporate Communication PT Perusahaan Gas Negara (PGN) disela Tes Drive PGN, di Ancol, Jakarta Pusat, Kamis (15/1/2015).
PGN sebagai BUMN gas, lanjut Ridha, sudah waktunya peduli dengan kebutuhan masyarakat pada bahan bakar alternatif. Meskipun sebenarnya dari segi bisnis memasok kebutuhan gas untuk kebutuhan industri lebih menguntungkan ketimbang transportasi.
"Namun sebagai BUMN diminta pemerintah untuk menyalurkan gas untuk masyarakat dan mengurangi ketergantungan impor minyak, kami siap lakukan. Kami tidak mau dianggap tidak memperhatikan masyarakat," beber Ridha.
Meskipun dengan segala kekurangan yang dihadapi, mulai dari infrastruktur, isyu keamanan, harga jual gas yang belum menguntungkan, dan lain sebagainya, tapi program harus terap jalan. Saat ini harga BBG dipatok Rp 3.100 per LSP (liter setara Premium).
"Jujur saja dengan harga segitu (Rp 3.100) kami tidak ada untungnya menjual gas ke masyarakat, tapi ini PGN harus memulai, sebut saja pengorbanan kami," tukas Ridha.
Tahun lalu, jelas Ridha, PGN menargetkan membangun 16 SPBG baru di Indonesia, tapi baru terealisasi 2 lokasi saja. Kendala yang dihadapi PGN dalam menciptakan infrastruktur ini ada pada kesediaan lahan yang terbatas.
"Bukannya kami tidak ada uang, sudah ada dananya, hanya lahannya tidak ada. Kalaupun ada lokasi ya tidak bisa dilalui truk besar, ini jadi kendala," tutup Ridha.(Agung Kurniawan)