TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasca meninggalnya Raja Arab Saudi Abdullah Bin Abdulaziz, membuat harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) di pasar Asia pada awal perdagangan naik 0,93 dolar AS atau 2,01 persen menjadi 47,24 dolar AS per barel.
Analis PT Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir, mengatakan kenaikan harga minya jenis WTI hanya bersifat sementara dan diperkirakan pada awal pekan depan, harganya akan kembali mengalami penurunan.
Sebab, pengganti Raja Arab Abdullah Bin Abdulaziz yaitu Pangeran Salman tidak akan mengubah kebijakan sebelumnya terkait produksi minyak.
"Kenaikan ini juga tidak berpengaruh ke kita (Indonesia). Kalau dikaitkan dengan BBM (bahan bakar minyak,red), tidak bisa menaikkan harga premium, karena kenaikannya tidak signifikan dan bersifat sementara," kata Zulfirman ketika dihubungi Tribunnews.com, Jakarta, Jumat (23/1/2015).
Menurut Zulfirman, harga BBM kemungkinan akan dinaikkan pemerintah jika harga minyak dunia melonjak signifikan hingga menyentuh di atas level 55 dolar AS per barel. Sehingga, dirinya menilai selama harga minyak di bawah posisi 50 dolar AS per barel maka harga BBM tetap dipertahankan pada harga saat ini.
Di lain pihak, kata Zulfirman, meningkatnya aktivitas sektor manufaktur Cina telah memberikan harapan akan membaiknya outlook permintaan energi Cina. "Ini mungkin dapat menjadi sentimen positif untuk minyak," ucapnya.
Adapun fokus hari ini yang mempengaruhi harga minyak, yaitu serangkaian data manufaktur zona-euro pada sore hari dan manufaktur AS nanti malam. Jika aktivitas manufaktur global meningkat maka ini mungkin dapat menimbulkan harapan akan terjaganya outlook permintaan minyak dunia.
"Outlook minyak cukup netral dimana minyak mungkin dapat alami penguatan dengan target kenaikan 49,15 dolar AS dan stop-loss 45,75 dolar AS. Minyak WTI mungkin akan diperdagangkan di kisaran 45,85 dolar AS hingga 49,15 dolar AS untuk hari ini," tuturnya.