TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program khusus Kredit Kepemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR-FLPP) dengan uang muka 1 persen akan diluncurkan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) pada 1 Maret mendatang.
Kendati program khusus ini diprioritaskan untuk pemohon rusunami perkotaan, namun tak ayal disambut antusias. Pasalanya, program ini dinilai dapat membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang terkendala dalam menyiapkan uang muka untuk pembelian rumah melalui fasilitas kredit perbankan.
Selain itu, uang muka 1 persen KPR-FLPP ini dimaksudkan sebagai dukungan terhadap program pemerintah mendorong pembangunan perumahan vertikal.
Ketua Dewan Perwakilan Pusat (DPP) REI, Eddy Hussy, mengatakan program uang muka 1 persen untuk KPR-FLPP merupakan kabar baik, terutama bagi MBR. Pasalnya, dasar permasalahan MBR dalam melakukan pembelian hunian terletak pada tingginya harga uang muka.
“Itu kabar baik. Memang masalah MBR untuk membeli rumah adalah uang muka karena mereka juga tidak punya cukup tabungan untuk membayarnya. Program KPR-FLPP dengan uang muka 1 persen dilakukan oleh BTN, itu suatu terobosan yang cukup berani. Ini mengindikasikan BTN merupakan bank yang betul-betul ingin penyediaan rumah bagi MBR terwujud,” ujar Eddy.
Meski begitu, Eddy tak berharap pembayaran uang muka terus dikurangi ataupun dihilangkan. Pembayaran uang muka itu tetap perlu dilakukan mengingat hal tersebut merupakan tanggung jawab terhadap properti yang dibeli oleh konsumen.
“Tapi bayar uang muka itu sedikit banyak perlu karena sebagai tanggung jawab untuk properti yang mereka beli. Jadi walaupun menurunkan uang muka menjadi 1 persen, BTN masih melihat ada sedikit tanggung jawab yang harus dibebankan kepada pembeli. Tidak sama sekali nol,” lanjut Eddy.
Eddy juga menyarankan, terobosan uang muka 1 persen dalam KPR FLPP bukan hanya diperuntukkan untuk rumah susun milik (rusunami), namun juga pada perumahan tapak (landed house). Dalam menggenjot pembangunan satu juta rumah, pemberian uang muka rumah tapak yang rendah juga diperlukan.
“BTN menyasar pada rusunami mungkin karena ingin mendorong pengembang dalam pembangunan hunian vertikal dengan diberi sedikit insentif dan juga dorongan. Tetapi saya pikir BTN juga harus coba memberi uang muka yang cukup rendah untuk rumah tapak, bisa saja 5 persen atau lebih besar sedikit dari rusunami, yaitu 2 persen. Kita kan sekarang sedang dalam program satu juta rumah milik pemerintah,” tambah Eddy. (Dimas Jarot Bayu)