News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemerintah Siap Bangun 58 Unit 'Cold Storage'

Penulis: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) siap merogoh dana sebesar Rp 220 miliar untuk membangun 58 unit rantai pendingin makanan (cold storage) di 22 provinsi sepanjang tahun ini. Pembangunan cold storage berkapasitas 30 ribu ton tersebut digunakan untuk menampung berbagai hasil produksi perikanan yang diambil dari daerah sentra produksi.

Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Saut P Hutagalung, mengatakan pengadaan 58 cold storage tersebut lebih banyak dibandingkan pemerintahan tahun lalu yaitu sebanyak 70 unit selama lima tahun. Rencananya, pemerintah akan membangun 280 cold storage selama lima tahun ke depan.

"Tapi, itu belum termasuk yang dibangun oleh swasta dan pemerintah daerah," katanya usai workshop "Daya Dukung Industri Mesin Logistik Berpendingin untuk Produk Hasil Laut dan Perikanan Nasional", di Kementerian Perindustrian, Rabu (4/3/2015).

Seperti diketahui, pembangunan cold storage itu ditujukan untuk menampung berbagai hasil produksi perikanan yang diambil dari daerah sentra produksi seperti yang ada di kawasan perairan Indonesia timur.

Namun sayang, Saut belum menemukan lokasi yang tepat untuk menaruh cold storage tersebut. “Ada kemungkinan kami bangun di wilayah timur Indonesia seperti Ambon, Sorong atau Ternate,” kata Saut.

Selain cold storage, Kementerian Kelautan dan Perikanan juga akan membangun 38 pabrik es dengan kapasitas 30 ton per hari. "Untuk pembangunan pabrik es akan kami serahkan ke masing-masing daerah untuk memperkuat unit pelelangan ikan."

Sementara itu, Teddy Sianturi, Direktur Industri Permesinan dan Alat Angkut Direktorat Jenderal Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kemenperin, mengatakan untuk memproteksi industri cold storage lokal, Kemenperin siap membantu Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) untuk menyeragamkan standar cold storage di Indonesia.

"Tugas kami mengoptimalkan penggunaan produk dalam negeri, dan terkait kualitas, kami harus lihat standar. Standar yang dimaksud disini yaitu bisa SNI (Standar Nasional Indonesia, red)," katanya.

Teddy juga mengatakan, selama ini Kemenperin masih menunggu pengajuan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk cold storage. Jika sudah diajukan oleh asosiasi industri tersebut, maka Kemenperin baru bisa memfasilitasi. Sebab, yang lebih mengenal spesifikasi dari cold storage tersebut yaitu hanya pelaku industri sendiri.

"Kami harus menunggu pengajuan dari asosiasi, baru kita fasilitasi. Nanti bicara dengan KKP apakah harus wajib atau tidak. Hal ini bisa menjadi acuan untuk investor menanamkan modal," katanya.

Selama ini, kata Teddy, standar yang dipakai dalam industri cold storage masih berdasarkan merek dagang dari produk tersebut. Jadi, ketika investor ingin menanamkan modalnya, mereka tidak punya acuan. "Kami targetkan dalam dua tahun, SNI untuk cold storage bisa terealisasi."

Hasanuddin Yasni, Direktur Eksekutif ARPI, menuturkan pesatnya pertumbuhan sektor industri makanan olahan di Indonesia ternyata belum diimbangi oleh keberadaan sektor industri rantai pendingin makanan, yang kapasitas terpasangnya hanya sebesar 60 persen dari kebutuhan nasional.

Jika tidak digarap secara serius, bukan tidak mungkin saat implementasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 mendatang, sektor industri rantai pendingin makanan nasional akan dikuasai oleh para pemain asing dari negara ASEAN lainnya.

Terkait hal tersebut, ARPI mengharapkan pemerintah segera memberikan sejumlah fasilitas fiskal untuk mendorong pertumbuhan sektor industri rantai pendingin makanan di dalam negeri.

Menurut Hasanuddin, sektor industri rantai pendingin makanan di Indonesia tahun ini membutuhkan tambahan investasi sekitar 400 juta dolar Amerika Serikat (AS) untuk menambah kapasitas terpasang sebesar 500 ribu ton lagi. "Asumsinya kalau per 1 ton dibutuhkan investasi sebesar 800 dolar AS, sementara kebutuhan untuk penambahan kapasitas sebesar 500 ribu ton lagi," ungkapnya.

Dengan adanya penambahan kapasitas rantai pendingin sebesar 500 ribu ton tahun ini, ARPI sendiri menargetkan sektor industri rantai pendingin bisa mengalami pertumbuhan sebesar 7 persen dibandingkan pertumbuhan tahun 2013 lalu. "Masih banyak hambatan investasi yang dikeluhkan oleh para investor. Selain persoalan infrastuktur, minimnya fasilitas fiskal yang ditawarkan pemerintah juga jadi kendala untuk penyerapan investasi di sektor industri rantai pendingin ini," tuturnya.

Dia menjelaskan, untuk sektor industri rantai pendingin yang bahan bakunya 100 persen masih diimpor, pemerintah hingga kini belum mau memberikan fasilitas pembebasan bea masuk komponen. Demikian halnya dengan fasilitas tax holiday untuk pembangunan pabrik perakitan cold storage di dalam negeri. Padahal, lanjut Hasanuddin, paket insentif fiskal tersebut sangat dibutuhkan untuk mendorong investasi di sektor industri rantai pendingin makanan di Indonesia.

Berdasarkan data ARPI, kapasitas produksi cold storage mencapai 500 ribu ton per tahun, sedangkan sektor perikanan membutuhkan cold storage hingga 4,5 juta ton per tahun. Dari kapasitas 500 ribu ton per tahun, memerlukan investasi Rp 2,5 triliun dan Rp 1,5 triliun diperuntukkan bagi komponen impor.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini