News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sepertiga Kebutuhan Karet Michelin Berasal dari Indonesia

Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Perindustrian Saleh Husin didampingi Dirjen BIM Harjanto menerima kunjungan Corporate Vice President Public Affairs Michelin, Mr. Eric Le Corre di Kementerian Perindustrian, Kamis (6/5/2015).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin menyambut baik atas rencana pembangunan pabrik karet oleh raksasa industri ban, Compagnie Financiere Michelin. Selain pabrik, Michelin juga berencana memiliki perkebunan karet sendiri.

Selain mengapresiasi ekspansi produsen ban asal Perancis itu, Menperin Saleh Husin juga meminta Michelin menyerap karet alam produksi petani.

"Pabriknya kan baru beroperasi 2019, perkebunan atau plantation karet juga butuh waktu untuk mulai menghasilkan, jadi saya minta Michelin lebih dahulu menyerap karet petani,” kata Saleh Husin usai menerima Corporate Vice President Public Affairs Michelin, Eric Le Corre di Kementerian Perindustrian, Rabu (6/5/2015).

Dijelaskan,jika ini benar-benar terwujud, dapat membantu para petani karet di Indonesia. Sejauh ini produksi karet alam terbanyak dihasilkan Sumatera Selatan, diikuti Sumut, Riau, Jambi, Kalbar dan Kalteng.

Pabrik ban tersebut merupakan patungan Michelin dengan anak usaha Barito Pacific, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Pembelian karet oleh Michelin itu diharapkan turut meningkatkan serapan karet Indonesia ke industri.

Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemenperin, Harjanto menjelaskan, baru sekitar 20 persen produksi karet nasional diserap oleh industri ban, sedangkan di Thailand dan Malaysia sudah mencapai 40 persen dari total produksi masing-masing dua negara itu.

Selama ini, lanjutnya, sepertiga kebutuhan karet di unit-unit produksi Michelin seluruh dunia berasal dari Indonesia yang diharapkan porsinya makin bertambah.

VP Michelin, Eric Le Corre mengatakan pihaknya menyampaikan optimisme tentang prospek bisnis jangka panjang di Indonesia kepada Menperin. “Michelin selalu terbuka mencari peluang baru di seluruh dunia. Permintaan Menteri Perindustrian akan kami sampaikan ke manajemen di kantor pusat Michelin di Perancis," paparnya.

Selain serapan karet petani, Menperin juga mendorong tiga bidang kerja sama dengan Michelin. Pertama, membantu standardisasi ban agar akses pasar ban keluar negeri makin luas. Kedua, mengembangkan bisnis retreading tyre atau yang lebih dikenal sebagai vulkanisir. Yang ketiga, Michelin membantu pemanfaatan ban bekas.

Menurut Harjanto, bisnis vulkanisir ban dikhususkan untuk ban pesawat terbang. "Michelin sudah mengembangkan bisnis retreading tyre di Thailand. Kita juga ingin mereka membangun bisnis serupa di sini,” ujarnya.

Dia juga meluruskan persepsi publik yang cenderung apriori terhadap ban hasil vulkanisir. "Di industri pesawat seluruh dunia, hal ini sudah berkembang lama. Bukan hanya untuk menekan cost tapi juga demi kepentingan lingkungan," lanjut Harjanto.

Dia berharap, teknologi dan keahlian Michelin dapat membantu pengembangan industri vulkanisir ban pesawat di Indonesia sekaligus mengikis persepsi negatif selama ini. Apalagi industri manufaktur pesawat dan industri transportasi udara terus berkembang.

"Kita juga meminta Michelin membantu pemanfaatan ban bekas untuk diolah menjadi unsur pembangunan jalan. Jadi infrastruktur kita menggunakan limbah sekaligus mengurangi kerusakan lingkungan," lanjutnya.

Saat ini terdapat 80 juta kendaraan bermotor roda dua sehingga total ada 160 juta ban. Dengan rata-rata pemakaian selama 1,5 – 2 tahun maka akan banyak limbah ban bekas yang dapat dimanfaatkan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini