TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) membantah soal dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Usaha Tidak Sehat yang disampaikan Nawir Messi, Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Dugaan pelanggaran aturan persaingan usaha ini terkait adanya fatwa wajib memakai baja Krakatau Steel untuk proyek Badan Usaha Milik Negara (BUMN) konstruksi.
Dugaan pelanggaran aturan persaingan usaha inilah yang dibantah Roy E Maningkas, Komisaris Krakatau Steel.
Menurut Roy, fatwa pemerintah menggunakan baja Krakatau Steel untuk BUMN Konstruksi bertujuan untuk mensinergikan antar BUMN, bukan untuk menyaingi industri baja lainnya.
"Disebutkan juga dalam memorandum of understanding (MoU) itu, Krakatau Steel akan memasok dengan harga baja sesuai pasar," kata Roy.
Pernyataan Roy ini menampik pendapat dari Nawir Messi, yang sebelumnya melontarkan dugaan pelanggaran azas persaingan usaha yang tidak sehat kepada KRAS.
Menurut Nawir, adanya fatwa wajib memakai baja Krakatau Steel oleh BUMN konstruksi itu bisa menghalangi BUMN konstruksi mencari pasokan baja dari produsen baja lainnya.
"Selain itu bisa menghalangi perusahaan baja lain memasok baja ke BUMN konstruksi," ujar Nawir.
Namun Roy juga membantah penilaian Nawir ini. Bagi Roy, kebijakan BUMN wajib membeli baja dari KRAS tersebut layaknya kerjasama yang dilakukan antar perusahaan terafiliasi atau sister company.
“BUMN konstruksi dengan kami (Krakatau Steel) ini sama-sama milik negara. Wajar dong kami saling membantu," ujar Roy.
Selain itu, Roy menyatakan, adanya kewajiban BUMN konstruksi membeli baja ke Krakatau Steel bukan juga untuk mematikan industri baja swasta.
"Justru kami ingin jadi lokomotif industri baja nasional, bersama-sama melawan baja impor. Krakatau Steel tidak bisa sendirian melawan gempuran baja impor," ujar Roy.
Dalam hitungan Roy, Krakatau Steel memproduksi baja 3,15 juta ton dari 10 juta ton produksi baja nasional. Adapun kebutuhan pasar baja nasional mencapai 14 juta ton.
Itu artinya, ada kekosongan produksi baja sebesar 4 juta ton yang selama ini diisi oleh baja impor. Menindaklanjuti dugaan pelanggaran aturan persaingan usaha ini, KPPU berencana memberikan rekomendasi ke Menteri BUMN.
"Secara hukum, Menteri BUMN atau MoU antar BUMN itu tak boleh menyalahi Undang-Undang," terang Nawir. Untuk mencari solusinya, Nawir mengusulkan MoU diperkuat dengan landasan hukum yang lebih kuat. "Paling tidak berbentuk Keputusan Presiden," kata Nawir. (Benediktus Krisna Yogatama)