TRIBUNNEWS.COM.AKARTA. Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berlaku pada akhir tahun 2015 ini, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan giat berkongsi dengan negara Asia Tenggara. Kerjasama ini untuk memberikan jaminan sosial bagi tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia.
BPJS Ketenagakerjaan juga ingin mengantisipasi kenaikan jumlah pekerja asing sebagai buntut pelaksanaan MEA dan kehadiran banyak investor mancanegara. Karena itu, BPJS menyusun nota kesepahaman (MoU) dengan negara-negara anggota Asean yang berisi sistem, manajemen, kepesertaan, dan iuran jaminan sosial.
Elvyn G. Masassya, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, mengatakan, saat ini lembaga yang dipimpinnya telah bekerjasama dengan Asosiasi Jaminan Sosial ASEAN (ASSA) untuk membicarakan manfaat antar penyelenggara jaminan sosial di kawasan.
BPJS akan menerapkan standardisasi yang sama dengan penyelenggara jaminan sosial negara lain tentang jaminan sosial ketenagakerjaan. Misalnya, pelayanan ketika peserta ingin menarik simpanan Jaminan Hari Tua (JHT) di negara tempatnya bekerja. Lalu, strategi investasi dana kelolaan penyelenggara jaminan sosial negara lain.
Hanya saja, menurut Elvyn, saat ini standardisasi layanan jaminan ketenagakerjaan tersebut masih dalam tahap pembahasan.
Yang jelas, pekerja dari negara Asia Tenggara yang minimal enam bulan bekerja dan menetap di Indonesia di wajib jadi peserta BPJS. Mereka akan mendapat perlindungan dari BPJS selama bekerja di Indonesia.
Pekerja asing juga akan menerima hak yang sama dengan tenaga kerja lokal yang tergabung dalam BPJS Ketenagakerjaan. Begitu juga pekerja kita juga akan menjadi peserta BPJS di negara-negara ASEAN tempat mereka mengadu nasib.
Iuran Program Jaminan Hari Tua (JHT) yang ditarik BPJS Ketenagakerjaan 5,7% dari upah bulanan pekerja. Komposisinya: sebanyak 2% ditanggung pekerja dan 3,7% dari pemberi kerja. Yang dimaksud upah satu bulan adalah gaji pokok dan tunjangan tetap.
"Bagi pekerja asing, besaran iurannya akan kami tarik sama dengan pekerja lokal," tandas Achmad Riadi, Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, kepada KONTAN kemarin (23/8).
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dhakiri menambahkan, tak sekadar memungut iuran pekerja asing, BPJS juga harus ikut berperan memastikan tenaga kerja Indonesia di negara lain mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan. "Pemerintah berharap BPJS Ketenagakerjaan bisa mengakses seluas-luasnya jumlah pekerja asing menjadi peserta," ujar Hanif.
Sejak beroperasi penuh 1 Juli 2015 lalu, jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 17 juta orang atau 42% dari total pekerja formal di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerja nonformal yang sudah menjadi peserta BPJS 3 juta orang. Targetnya, jumlah peserta bisa mencapai 19,8 juta orang sampai akhir tahun ini.(KONTAN/ Mona Tobing)