News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gejolak Rupiah

Rupiah Melemah, Pelaku Bisnis Mulai Teriak

Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Petugas memperlihatkan pecahan dolar AS yang akan ditukarkan di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Kawasan Blok M, Jakarta, Senin (24/8/2015). Nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS dibuka di kisaran Rp 14.006 dan sempat mencapai posisi tertinggi pada level Rp 14.017 karena imbas dari perang mata uang (currency wars). (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terus menunjukkan pelemahan. Bahkan, nilai tukar rupiah di pasar spot sempat tembus ke level Rp 14.100 per dollar Amerika, atau merupakan level terendah dalam 17 tahun ini.

Tercatat pada tanggal 17 Juni 1998, rupiah pernah berada di puncak rekor terlemah di level Rp 16.650 per dollar Amerika.

Dalam diskusi yang diadakan oleh PASFM Radio Bisnis Jakarta di Resto Mie HCM Plaza Semanggi, dengan tema “Rupiah Terkapar, Bagaimana Dengan Bisnis”, para pelaku bisnis yang hadir mengakui melemahnya nilai tukar rupiah dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah makin menyulitkan mereka.

Aziz Pane, Ketua Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia mengatakan, meskipun Indonesia merupakan salah satu penghasil karet terbesar di dunia, namun pada kenyataannya kandungan lokal pada industri ban dalam negeri hanya 15 persen. "Ditambah sekarang industri yang menggunakan jasa angkutan, seperti pertambangan juga sedang lesu darah," ujar Azis Pane, Rabu malam (26/8).

Sementara Ketua Umum APINDO, Hariyadi Sukamdani mengakui pengusaha saat ini sedang menghadapi situasi yang sangat sulit, yang diperkirakan akan berlangsung hingga akhir tahun. Pilihan pengusaha saat ini adalah melakukan efisiensi di sektor tenaga kerja, terutama untuk tenaga outsourcing dan kontrak.

Hariyadi menambahkan, meskipun belum ada anggota APINDO yang menutup usahanya, namun dirinya menerima laporan dari serikat pekerja bahwa sudah ada perusahaan yang gulung tikar akibat situasi saat ini.

Menurut Hariyadi, meskipun pemerintah mengeluarkan kebijakan penggunaan rupiah untuk berbagai pembayaran, namun pada kenyataanya beberapa perusahaan BUMN justru masih menggunakan dolar Amerika, seperti Perusahaan Gas dan Pelindo.

Direktur Indef, Enny Sri Hartati melihat melemahnya nilai tukar rupiah juga disebabkan oleh kebijakan dalam negeri, seperti mengekspor bahan baku secara mentah dan harus mengimpornya kembali, ataupun penerapan kebijakan yang terlalu cepat sehingga pengusaha belum dapat mempersiapkan antisipasinya.

Hal ini juga diperburuk oleh kebijakan pemerintah yang kurang dapat meyakinkan para pebisnis. Enny menekankan perbedaan antara krisis ekonomi tahun 98 dengan saat ini, dimana pada tahun 98 Indonesia tertolong oleh masih tingginya harga komoditas, dan kuatnya sektor UMKM.

"Sedangkan situasi saat ini harga komoditas juga sedang menurun dan sektor UMKM pun sudah terpukul akibat melemahnya daya beli masyarakat," jelas Enny. Menurutnya, para pengusaha kini menunggu kebijakan konkrit dari pemerintah, sementara para pengusaha di sektor UMKM berharap pemerintah memulihkan daya beli masyarakat.

Sementara Mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier menilai, kesalahan utama dari pemerintah adalah menaikkan harga BBM ditengah-tengah menurunnya hargaBBM ditingkat dunia. Hal ini diperparah lagi dengan naiknya berbagai harga seperti listrik dan gas, sehingga sangat melemahkan daya beli masyarakat.

Di sisi lain perekonomian Indonesia digerakkan oleh konsumsi masyarakat. Fuad juga menggaris bawahi mengenai pernyataan kuatnya cadangan devisa saat ini dibanding tahun 98. Menurutnya, kondisi cadangan devisa Indonesia tidak beda jauh dengan 98 bila dilihat dari perbandingan ratio.( Havid Vebri)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini