TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro memastikan Indonesia memiliki ketahanan yang sangat baik dalam menghadapi krisis ekonomi yang dipicu pelemahan ekonomi global saat ini.
Pemerintah, katanya, juga berpacu menyiapkan sejumlah kebijakan demi mempertahankan laju ekonomi tetap membaik. Dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat, Pemerintah mempersiapkan instrumen Dana Desa yang langsung ke pemerintahan desa sebesar Rp 20-an Triliun untuk tahun ini. Karena pemda juga diwajibkan menyumbang, maka, Menkeu memastikan, angkanya bisa sampai Rp 50-an triliun.
"Semuanya itu dipakai untuk infrastruktur swadaya dan cash transfer. Juga bisa dipakai untuk dana bergulir menggiatkan kegiatan ekonomi desa," kata Bambang dalam diskusi bertajuk "Daya Tahan Ekonomi Indonesia" yang diselenggarakan Relawan Merah Putih (RMP), di Jakarta, Senin (7/9/2015).
Hadir sebagai pembicara adalah Dirut BEI Tito Sulistio, Dirut Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin, Ketum HIPMI Bahlil Lahadalia. Sebagai moderator adalah Ketua RMP dan Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Maruarar Sirait.
Peserta diskusi adalah para aktivis seperti Ketua Umum PMKRI Lidya Natalia, Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Beni Pramula, dan para pengurus daerah HIPMI.
Selain itu, tokoh asosiasi juga hadir dari Gapensi dan Hiswana Migas.
Bambang juga mengungkapkan, selain Dana Desa yang akan mulai disalurkan pada 1 Agustus, sudah dijalankan Kredit Usaha Rakyat (KUR) versi baru dengan fokus mikro lewat bunga disubsidi.
Perbankan diwajibkan memberi bunga 12 persen dari aslinya 22 persen. Tahun 2016, diperkirakan bunga bis amenurun hingga 9 persen.
"Ini pemerintah keluarkan uang, bank juga bantu. Tidak ada lagi agunan, karena ada jaminan kredit. Pemerintah sudah memberi modal ke Jamkrindo, supaya KUR tak perlu agunan dari yang mengajukan kredit," jelas Bambang.
"Di masa lalu, KUR banyak di sektor perdagangan. Ke depan, kita harap di sektor produksi," katanya lagi.
Untuk pemerataan kesejahteraan, Pemerintah mengintervensi lewat Bantuan Tunai Bersyarat, yang berbedar dengan model Bantuan Langsung Tunai (BLT) selama ini.
Indonesia mengacu pada Brasil yang berhasil menurunkan koefisien pemerataan 0,05 poin lewat program sejenis.
"Kita akan terapkan ke 6 juta rumah tangga miskin di Indonesia. Satu keluarga sangat miskin akan meneerima Rp150 ribu perbulan, misalnya. Tapi ada syaratnya. Misal, kalau punya anak, dipastikan anaknya sekolah, tak disuruh bekerja. Kalau ada ibu hamil, si ibu harus periksa ke Puskesmas secara teratur. Kalau ada raskin, dipastikan raskin mereka terima. Itu contoh syaratnya," jelas Menkeu.
Strategi pemerataan kesejahteraan yang lain adalah penyediaan infrastruktur, dengan kebijakan fisik minimum. Ke depan, Pemerintah akan mendorong pembangunan fasilitas umum di seluruh Indonesia sehingga bisa memenuhi layanan publik.
Sementara kebijakan umum terkait APBN 2015, Menkeu menegaskan pihaknya berfokus pada menjaga defisit anggaran supaya tak melebar terlalu jauh. Untuk siap-siap, Pemerintah juga sudah memiliki pembiayaan tambahan.
"Kita tentu akan dorong penerimaan supaya bekerja keras tanpa harus mengganggu iklim usaha. Ini poin yang kami jaga," kata Bambang.
Dalam kesempatan itu Maruarar Sirait mendukung langkah Pemerintah. Namun, dia hanya mengingatkan agar Pemerintah bisa memperkuat pengawasannya. Semisal, terkait KUR, harus ada pengawasan kuat.
"Jangan sampai nanti non performing loan perbankan naik, yang disalahkan KUR-nya. Penting juga untuk memastikan tidak ada permainan," tegas Ara, sapaan akrab Ara.
Dirut BEI Tito Sulistio menambahkan ketahanan ekonomi Indonesia sebenarnya tidak bermasalah. Yang menjadi masalah justru karena semua merasa 'kebingungan' akibat tidak adanya strategi pembangunan nasional.
"Sejak dihapuskannya GBHN, ini awal mula masalah. Di GBHN, ada strategi ekonomi dan pertahanan. Dulu itu dibikin. Sekarang setelah dihapus, tak pernah dibikin. Kita tak tahu negara mau dibawa kemana," kata Tito.
"Jadi bukan fundamental ekonomi kita tak kuat. Cuma bingung kita arahnya kemana. Itulah masalahnya bagi saya soal kondisi saat ini."
Dirut Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, juga meyakinkan bahwa secara fundamental dan teknis, Indonesia tahan terhadap krisis kali ini yang skalanya lebih kecil dibanding krisis 98 dan 2008. Masalahnya, adalah munculnya pesimisme yang berujung pada masalah psikologis dan emosional perekonomian.
"Krisis sekarang ini paling ringan dibanding 1998 dan 2008. Itu dari sisi fundamental. Masalah likuiditas, inflasi, situasi saat ini jelas lebih bagus. Bursa 1998, itu habis-habisan. Turunnya indeks 60 persen. Sekarang paling 20-25 persen," katanya.
"Bunga bank 98 itu sampai 60 persen. Di 2008, government year itu 21 persen. Sekarang 10 year bond yield, itu di bawah 9 persen. Maka secara teknis dan fundamental, sekarang lebih bagus," jelasnya lagi.
"Maka kalau 2008 kita selamat, sekarang mestinya kita selamat. Cuma ada masalah psikologis dan emosional. Saya bingung kenapa kita turun sekali. Jawabannya, menurut saya, adalah karena semua pesimis. Ini yang bahaya," ia memastikan.
"Sekarang bank susah juga, karena ada efek psikologis. Satu tak optimis, ngikut ke yang lain. Jadi tolong jangan pesimis lagi," tegasnya.