TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Abdul Wachid menilai Presiden Jokowi dan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Lembong penganut neoliberalisme (neolib) dengan melakukan deregulasi ekonomi di sektor pangan dan lainnya.
Politisi Partai Gerindra ini juga tidak setuju dengan sikap Presiden Jokowi yang akan memberikan kemudahan impor komoditas masuk ke Indonesia.
Kementerian Perdagangan di bawah Thomas Limbong berencana melakukan deregulasi membebaskan impor yang mengakibatkan banjir impor produk luar negerii, dapat menghancurkan produksi dalam negeri jika pemerintah tidak memberikan perlindungan kepada konsumen dan industri domestik.
Abdul Wachid juga menilai, deregulasi tersebut lebih mengarah liberalisasi yang hanya berorientasi pada masuknya investasi, tapi melupakan nasionalisme dan tidak memberikan perlindungan terhadap industri domestik dan konsumen dalam negeri.
“Saya tidak setuju dengan pernyataan Menteri Perdagangan yang melakukan deregulasi itu. Saya juga prihatin dengan Presiden (Jokowi) yang akan memberikan kemudahan impor komoditas-komoditas masuk ke Indonesia. Ini saya sangat tidak setuju,” tegas Abdul Wachid.
Bahkan, menurutnya, pemerintah juga harus memberikan perlindungan kepada industri domestik dan konsumen dalam negeri terhadap Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA) sekalipun.
"DPR harus berani melawan (deregulasi yang membebaskan semua impor). Kita harus menonjolkan produk-produk dalam negeri. Jangan mau dibanjiri oleh produk-produk luar negeri. Kita jangan jadi bangsa konsumen, bukan bangsa produktif,” tuturnya.
Abdul Wachid menyatakan menolak kebijakan pemerintah yang membiarkan produk-produk luar negeri membanjiri Indonesia.
“Saya tidak setuju, yang menyerbu kita produk Cina, Vietnam dan lain-lain. Terutama sektor pangan. Sikap Presiden Jokowi tidak sesuai dengan NawaCita yang meproduksi sektor pangan sendiri,” tandas Anggota DPR RI asal Dapil Jawa Tengah II ini.
“Saya juga tidak setuju dengan pernyataan Menteri Perdagangan yang melakukan deregulasi cenderung ke arah liberalisme. Karena produk-produk kita belum siap bersaing dengan luar negeri.
Usaha-usaha petani kita dikenakan bunga tinggi dan tidak ada subsidi, apalagi industri. Di negara-negara maju, semua petani dan industri (kecil menegah) ini diberi subsidi dengan bunga rendah,” bebernya.
Bahkan, lanjut dia, di Amerika Serikat diberikan subsidi kepada peternak sapi. “Satu sapi diberi subsisi 2 dolar AS per hari. Perbankan di AS tidak ada yang mematok bunga 12 persen apalagi 18 persen seperti di Indonesia. Bunga untuk pertanian hanya 5 persen,” tutur Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) ini.
Mengenai rencana deregulasi ekonomi yang akan dilakukan pemerintah, Wachid menegaskan, DPR akan memannggil Menteri Perdagangan untuk dimintai penjelasan mengenai pernyataannya tersebut.
“Kita panggil Menteri Perdagangan, dan juga Menteri BUMN yang melakukan kredit di Cina yang terlalu besar yang akhirnya BUMN-BUMN kita nanti dijual. Deregulasi cenderung liberlaisasi tidak melindungi industri dalam negeri,” ungkapnya.
“Mestinya ada barang-barang yang harus diprioritaskan untuk diberikan perlindungan, tidak semua barang impor harus digelontor masuk ke dalam negeri,” tegas Wachid