TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Dirjen Penyelesaian Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Hayani Rumondang, meminta industri menekan angka PHK.
Menurutnya, cara-cara yang dilakukan bisa melalui dialog tiga pihak yang mencakup pemerintah, industri, dan karyawan.
"Selain itu, industri juga bisa melakukan efisiensi, mengurangi fasilitas, dan memangkas lembur," kata Hayani dalam pernyataannya, Jumat(2/10/2015).
PHK merupakan jalan keluar terakhir yang diambil.
Sebelum itu, industri harus mengupayakan cara-cara dialog yang baik. Menurutnya, potensi PHK bisa terjadi berbagai faktor seperti, menurunnya produksi dan lain-lain.
"Untuk itu industri harus berdialog terlebih dahulu untuk mencari jalan keluar yang baik," ujarnya.
Menanggapi hal ini, Sudarto Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM (Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman) mengatakan pihaknya akan senang bila bisa duduk bersama pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini.
"Namun sayang, rencana itu sampai sekarang belum ada. Kami justru menunggu dari pemerintah," katanya.
Menurut Sudarto pihaknya sudah berdiskusi mendalam perihal PHK ini kepada industri rokok. Dari situ jelas bahwa industri memang keberatan dengan kenaikan target cukai 2016 yang terlalu tinggi dan tidak realistis.
"Karena industri kesulitan. Saat ini produksi menurun dan pasaran merosot, jadi tidak mungkin diberikan target tinggi," jelasnya.
Faktanya menurut Sudarto, bila setiap tahun cukai dinaikkan 7 sampai 9 persen, paling tidak ada ribuan buruh yang di-PHK.
"Dari data kami di tahun 2013 sampai 2015 sudah ada 30.000 orang yang dirumahkan. Apalagi bila sampai naik 23 persen," jelasnya kepada wartawan.
Data itu baru mencakup keanggotaan dari FSP RTMM, di luar keanggotaan itu bisa lebih banyak lagi.
Seperti diketahui, PHK besar-besaran pernah dilakukan oleh dua pabrikan rokok besar, yaitu HM Sampoerna pada tahun 2014 memutus karyawan sebanyak 4900 orang dan Gudang Garam tahun sebanyak 6189 orang.
Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia Muhaimin Mufti mengaku keberatan dengan kenaikan cukai yang tinggi.
Menurut Mufti, penyesuaian itu harus dilihat dari target riil di tahun 2015.
"Di tahun ini, sampai Agustus, target yang tercapai baru Rp70 triliun sampai Rp75 triliun. Bila dihitung sampai akhir tahun paling tidak pencapaian menjadi Rp115 triliun,” jelasnya.
"Seperti telah kami sampaikan kepada Pemerintah dan Kementerian Keuangan RI dalam berbagai kesempatan, angka penerimaan cukai hasil tembakau 2016 yang realistis adalah sebesar Rp 129 triliun. Jika target cukai 2016 melebihi angka Rp 129 triliun, maka taruhannya adalah puluhan ribu pekerja yang ada di pabrik rokok. Harapan kami, Pemerintah dan DPR RI mempertimbangkan masukan industri dan memberikan perhatian serius atas permasalahan ini" katanya.