TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot, menegaskan PT Newmont Nusa Tenggara harus tetap membangun pabrik pengolahan dan pemurnian bahan mineral (smleter), jika ingin melakukan ekspor bahan tambangnya.
Bambang mengaku tidak ikhlas jika Newmont dengan mudahnya mengekspor 500 ribu ton hasil tambang mineral dan hanya dikenakan 5 persen pajak bea keluar.
"Pemerintah saat ini butuh dana penerimaan negara, tapi tidak mudah saja melepaskan konsentrat 500 ribu ton dan bea keluar 5 persen," ujar Bambang di kantor Ditjen Kelistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (8/10/2015).
Bambang menegaskan pemerintah tetap menunggu kesadaran Newmont membangun smelter bersama Freeport. Jika diperlukan, Kementerian ESDM akan memberi jangka waktu satu bulan agar realisasi pembangunan pabrik pengolahan mineral dijalankan.
"Kita ingin tahu komitmen Newmont gabung dengan Freeport bangun smelter," tegas Bambang.
Bambang menambahkan, Newmont tidak akan diberi kompensasi apapun untuk ekspor, selama tidak ada kemajuan dari pembangunan smelternya. "Kalau tidak bisa memenuhi kita tidak bisa memberikan begitu saja," papar Bambang.
Sebelumnya diketahui PT Newmont Nusa Tenggara hingga saat ini belum memiliki smelter. Padahal Newmont sudah melakukan nota kesepahaman akan membangun smelter bersama PT Freeport Indonesia yang kesepakatannya sudah berakhir pada September 2015 lalu.
Meskipun sudah membuat kesepakatan baru dengan PT Freeport, hingga pekan lalu, pemerintah belum mendapat laporan terperinci soal kesepakatan ini. Walhasil, Bambang Gatot menyatakan, pemerintah belum membuat evaluasi untuk menentukan apakah izin ekspor PT Newmont perlu diperpanjang.
Sekadar catatan, kali terakhir, izin ekspor Newmont berlaku untuk periode 18 Maret-18 September 2015 dengan jumlah kuota 447.000 ton konsentrat tembaga. "Sampai sekarang belum (menerima laporan hasil MoU), mungkin mereka tidak membutuhkan ekspor, mereka, kan, cerita kalau produksinya aman dan lancar," terangnya.