TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Direktur Namarin Institute Siswanto Rusdi mengatakan, upaya kriminalisasi terhadap kebijakan Pelindo II dinilai menjadi kampanye negatif bagi pemerintah untuk menarik masuknya investasi.
Padahal ditengah situasi ekonomi yang semakin sulit saat ini Indonesia butuh investasi baru untuk menggerakkan ekonomi dan membuka lapangan kerja baru, khususnya di sektor pelabuhan.
Situasi di pelabuhan Tanjung Priok yang terus memanas dengan aksi demo menolak kebijakan pemerintah memperpanjang konsesi terminal JICT oleh Pelindo II dan Hutchison Port Holding (HPH).
"Berbagai upaya kriminalisasi yang dilakukan pihak-pihak tertentu terhadap kebijakan Pelindo II sangat membahayakan investasi. Kebebasan berserikat tidak boleh diplintir untuk memaksakan kehendak, apalagi mengajak orang mogok massal. Itu sudah masuk ranah pidana dan polisi harus menangkap provokatornya," tegasSiswanto Rusdi, Jumat (9/10/2015).
Menurut Siswanto upaya pembatalan perpanjangan kontrak konsesi JICT merupakan salah satu contoh buruk tentang kampanye investasi Indonesia. Sebagai korporasi dan BUMN, Pelindo II telah menjalani proses transaksi itu secara fair dan transparan. Bahkan Pelindo II sudah mengantongi persetujuan dari menteri BUMN sebagai wakil pemerintah Jokowi.
Apabila kemudian transaksi itu dibatalkan hanya karena ingin mengakomodir kepentingan sekelompok karyawan JICT, tentu akan sangat merugikan ekonomi nasional dan menciptakan ketidakpastian investasi.
"Ketika pemerintah sudah setuju dengan perpanjangan kontrak, ya harus konsisten dengan putusan itu. Jika keputusan yang sudah disepakati dibatalkan hanya karena tekanan segelintir orang, kepercayaan terhadap Indonesia akan semakin jatuh," tandasnya.