TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Perlambatan tak hanya terjadi di sub-sektor kondominium atau apartemen strata, sub-sektor perumahan tapak (landed residential) di Jabodetabek pun mencatat kinerja tak jauh beda selama separuh tahun 2015.
Transaksi penjualan anjlok 26 % atau tepatnya 25,9 % lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi hanya Rp 6,034 triliun. Transaksi semester I dan II 2014 masih bertengger di angka masing-masing Rp 8,357 triliun, dan Rp 8,137 triliun.
Menurut hasil riset Cushman and Wakefield Indonesia, menurunnya kinerja sub-sektor perumahan ditandai penjualan rumah yang terjual rerata hanya mencapai 28 unit per bulan atau Rp 31,4 miliar per bulan. Angka ini lebih rendah dua unit dibandingkan semester II 2014 atau 30 unit per bulan dengan nilai transaksi Rp 42,2 miliar.
"Penurunan cukup besar terlihat pada nilai penjualan selama periode evaluasi. Rerata nilai penjualan anjlok sebesar 25 %, dan mencapai angka Rp 31,4 miliar per bulannya untuk setiap perumahan. Penurunan ini tercatat sebagai terbesar dalam lima tahun terakhir," jelas Director Research and Advisory Cushman and Wakefield Indonesia, Arief Rahardjo kepada Kompas.com, Kamis (15/10).
Selain lesunya kondisi ekonomi yang berkutat di angka sekitar 4,8 %-4,9 %, dan tingkat inflasi 6,83 %, faktor lain yang mendominasi pengaruh terhadap penurunan penjualan rumah adalah banyaknya pasokan yang memenuhi pasar dengan harga kompetitif.
Selama semester I 2015 pasokan baru bertambah 1,84 % lebih tinggi ketimbang semester sebelumnya menjadi sebanyak 6.178 unit. Sementara pertumbuhan pasokan pada semester I dan II tahun lalu masing-masing 1,9 %, dan 1,8 %. Cushman and Wakefield Indonesia memproyeksikan pertumbuhan pasokan hingga akhir tahun ini sebesar 2,05 %.
Sementara di sisi lain, permintaan terus merosot menjadi hanya 1,7 % pertumbuhannya dari sebelumnya mencapai 2,0 %. Tingkat permintaan hingga akhir tahun 2015, diproyeksikan sekitar 1,95 %. (Hilda B Alexander)