TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali meyakinkan kepala daerah bahwa situasi ekonomi saat ini jauh berbeda dibandingkan krisis yang terjadi pada tahun 1998 dulu.
Jokowi bahkan menyebut pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga 2015 bisa mencapai 4,85 persen dan inflasinya hingga akhir tahun bisa ditekan sampai di bawah 4 persen.
"Sekarang kita lihat, keadaan ekonomi kita banyak yang khawatir, banyak yang ngomong kita krisis ekonomi. Bapak, Ibu, harus lihat angka. Kita ini kalau terima tamu, mereka acung jempol ke Indonesia. Saya ingin tunjukkan posisi angka karena orang sering ditakuti dengan membandingkan 1998," ujar Jokowi saat memberikan pemaparan kepada ratusan kepala daerah di Istana Negara, Rabu (21/10/2015).
Jokowi mengatakan, berdasarkan prediksi Bank Indonesia (BI), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan ketiga akan meningkat menjadi 4,85 persen dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni 4,67 persen. Sementara itu, pada tahun 1998, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai minus 13 persen.
Sementara itu, dilihat dari inflasi, pada tahun 1998, inflasi pada saat itu mencapai 82 persen, sedangkan saat ini inflasi masih di bawah 5 persen.
Berdasarkan perkiraan BI, sebut Jokowi, hingga akhir tahun 2015, inflasi terjaga di bawah 4 persen.
"Padahal, tahun sebelumnya saja 8,5 persen. Hal ini bisa dicapai kalau harga bisa dikendalikan. Ada barang naik langsung diintervensi. Oleh sebab itu, saya saran minta agar setiap daerah itu ada anggaran intervensi kalau ada barang-barang yang ada kenaikan, suplai demand diatur oleh pemda," kata dia.
Untuk nilai tukar, lanjut Jokowi, pada tahun 1998, nilai kurs rupiah mencapai Rp 16.600, melonjak jauh dari yang sebelumnya berada di level Rp 2.000. Sementara itu, saat ini, nilai tukar ada di level Rp 13.600.
"Tapi, pas saya masuk ada di level Rp 12.500, kenaikannya kurang lebih 8 persen. Beda. Ini 8 persen, dulu 800 persen," ujar dia.
Selain itu, dilihat dari faktor kredit macet juga disebutkan Jokowi sangat berbeda. Jika pada tahun 1998 non performing loan (NPL) atau kredit macet mencapai 30 persen, saat ini hanya berkisar 2,6 persen-2,8 persen.
"Jadi, Bapak, Ibu, jangan nanti di medsos isu-isu ditanggapi dan Bapak, Ibu, pidato kita dalam keadaan krisis, krisis bagaimana? Sebanyak 4,6 persen kok krisis. Jangan ikut-ikut seperti itu. Kita ini harus menatap ke depan, optimistis," ucap Jokowi.(Sabrina Asril)