TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Kemaritiman Rizal Ramli dan Menteri ESDM Sudirman Said diminta berdiskusi mengenai kontrak karya PT. Freeport Indonesia.
Diketahui kedua menteri tersebut berbeda pendapat soal Freeport.
"Kenapa enggak duduk bareng? Tapi ini malah di media lalu mengkritik masalah pribadi. Menko itu memberi rekomendasi, kalau lintas Menko ini kewenangan Kepala Staf Kepresidenan, ini sekarang dijabat Kang Teten (Teten Masduki)," kata Praktisi Pertambangan Alhilal Hamdi dalam diskusi 'Rakyat Menuntut Hak kepada Freeport' di Cikini, Jakarta, Minggu (25/10/2015).
Ia mengatakan bila Teten tidak dapat menjalankan tugas tersebut maka hal itu dapat diambil-alih presiden.
Hilal pun meminta presiden menunjukkan sosok pemimpin.
"Presiden harus ada kejelasan untuk 2021 (habisnya kontrak karya Freeport) kalau dicabut resiko tiga atau empat tahun drop," imbuhnya.
Ia menilai surat Menteri ESDM kepada Freeport telah terbaca dengan baik bahwa pemerintah setuju perpanjangan kontrak karta. Tetapi hal itu dibantah Teten Masduki.
"Ini disayangkan Menko Maritim. Menteri ESDM tidak tahu negosiasi, harusnya saham Freeport dibuat serendah mungkin. Saya paham Freeport butuh kepastian usaha," kata Mantan Menakertrans itu.
Menurut Hilal bila kontrak karya Freeport diperpanjang maka pemerintah harus memberikan syarat yang jelas. Pemerintah harus satu visi dalam melakukan negosiasi dengan Freeport.
Termasuk visi menjadikan BUMN/BUMD Indonesia untuk tumbuh sebagai perusahaan kelas dunia yang mengelola perusahaan tambang skala raksasa.
Kemudian, menuyusun strategi dan master plan pengembangan smelter, hilirisasi dan kawasan industri berat di Papua.
"Pengalihan teknologi, peningkatan porsi kepemilikan dan manajemen bisa dilakukan bertahap namun pasti. Hingga tak ada jeda operasi terlalu lama maupun potensi gejolak yang tak dapat diatasi," tuturnya.