News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Senator Papua Nilai Pemerintah Masih Tersandera Investasi Besar Freeport

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tambang Freeport di Papua.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Senator Papua Charles Simaremare menilai Pemerintah Indonesia masih tersandera dengan investasi besar PT. Freeport.
Hal itu lebih terlihat saat Freeport ingin memperbaharui kontrak karya yang habis pada 2021.

Demikian dikatakan Charles dalam diskusi 'Rakyat Menuntut Hak kepada Freeport' di Cikini, Jakarta, Minggu (25/10/2015).

"Freeport ingin investasi yang besar seperti menekan Indonesia untuk memperbaharui kontraknya 2021. Ini makin dipertanyakan," kata Charles.

Ia melihat warga Papua belum menikmati investasi Freeport.

Apalagi, 30 persen warga Papua yang bekera di Freeport masih berstatus karyawan biasa. "Rakyat masih menjadi penonton. Kalau level atas mestinya orang Papua," tuturnya.

Selain itu, pajak badan yang disetorkan Freeport juga bukan ke Papua tetapi kepada Pemerintah Indonesia. Sebab, kantor pusat Freeport berada di Jakarta bukan di Papua. Ia pun meminta kantor pusat dipindahkan ke Papua.

"Kantor pusat dipindahkan ke tempat perusahaan mengambil harta, agar pajak badan masuk, untuk membangun daerah," katanya.

Tersanderanya pemerintah, kata Charles, juga terlihat ketika ada musibah atau kecelakaan dimana terdapat korban karyawan. Aparat penegak hukum tak dapat menyelidiki kasus tersebut. Padahal, kawasan Freeport masuk dalam wilayah NKRI.

"Mestinya diusut tuntas, ini sampai meninggal, (Freeport) enggak bisa dimasuki, hanya internal yang mengusut," tuturnya.

Hal lainnya, kata Charles adanya tingkat kesejahteraan yang berbeda antara karyawan asal Indonesia dengan Asing di level yang sama. Charles berharap karyawan juga dapat menjadi pemilik saham. "Kami juga berharap pembangunan smelter jangka panjang segera diwujudkan," kata Charles.

Menurut Charles, persoalan Papua harus dipecahkan bersama. Apalagi Freeport telah berinvenstasi di tanah Papua sejak tahun 1960-an. Sedangkan rakyat Papua hingga kini masih terbelakang.

"Padahal ada perusahaan termasuk Freeport yang mengeksplorasi kekayaan, tapi rakyat Papua mengalami hal sulit bahkan miskin, ada hal yang kita pecahkan bersama," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini