TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kondisi ekonomi yang tidak stabil di 2015 jadi tantangan bagi pelaku bisnis properti.
Sementara itu, di tahun 2016, properti di Indonesia diprediksi masih akan mengalami fase koreksi harga.
Pasalnya, kondisi ekonomi dimana nilai tukar Rupiah yang cenderung lemah membuat bisnis properti lesu.
Dikemukakan oleh Konsultan Properti dari Lead Property, Hendra Hartono, mengatakan bisnis properti sangat berhubungan dengan ekonomi dan kondisi nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing.
"Susah buat pengembang melakukan kalkulasi harga di saat kondisi nilai tukar Rupiah yang tidak stabil, hal ini membuat kesulitan juga saat akan meluncurkan sebuah proyek. Jadi, dengan kondisi Rupiah yang tidak stabil pengembang itu kerepotan," katanya ditemui usai konferensi pers Indonesia Property Awards di Hotel Fairmont, Jakarta, Kamis (26/11/2015).
Hendra mengatakan, akibat ketidakstabilan nilai tukar tersebut, pengusaha properti menjadi ragu dalam mengambil keputusan bagi bisnisnya.
Meski begitu, kata Hendra, saat ini kondisi ekonomi sudah mulai membaik. Ia mengharapkan, nilai tukar mata uang bakal mengalami kestabilan di tahun depan.
"Sehingga, 2016 jadi tahun koreksi dan transisi," ujarnya.
Ia juga mengemukakan, di tahun 2016 nanti, pasar properti akan lebih menyasar ke proyek dengan harga di bawah Rp 1 Miliar.
Artinya, proyek-proyek tersebut akan lebih populer bagi konsumen dibandingkan dengan hunian berharga di atasnya.
"Properti yang akan populer di tahun depan adalah yang berada di harga kurang dari Rp 1 Miliar, misalnya Rp 300 juta, itu akan jadi populer," ucapnya.
Hal ini, kata dia, mengingat mayoritas penduduk di Indonesia berada di kelas menengah.
Sementara itu, sektor properti yang bakal digandrungi masih seputar sektor perumahan.
"Karena populasi di Jakarta itukan banyak ya, makanya perumahan sangat dibutuhkan. Buktinya, pemerintah saja menggalang program 1 juta rumah, dari pihak pengembang berusaha mewujudkannya," jelasnya.
Namun, menurut Hendra, syarat yang harus dipenuhi pemerintah adalah mendukung para pengembang properti dengan berbagai kebijakan. Salah satunya adalah kebijakan di bidang transportasi.
Ia mengapresiasi langkah pemerintah membangun proyek kereta ringan (light rail transit/LRT) yang akan menghubungkan kota-kota di sekitar Jakarta dengan Ibu Kota.
"Jakarta itu populasinya 23 juta orang. Kalau semuanya bermobilitas menggunakan angkutan jalan, maka nggak akan cukup memakai jalan. LRT bisa mengurai kemacetan di jalan, selain itu juga bisa membuat daerah baru yang tadinya tidak berkembang jadi lebih diminati," jelasnya.
Untuk itu, dirinya berharap pada tahun 2016 nanti, selain kondisi ekonomi juga bisa lebih stabil. "Kalau bisa nilai tukar stabil di angka Rp 13 ribu atau mungkin Rp 12 ribu," harapnya. (Agustin Setyo Wardani)