TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembangunan kereta cepat Bandung-Jakarta merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi.
Kehadiran moda transportasi ini akan memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan menjadi kawasan ekonomi baru.
Menurut Harus Alrasyid Lubis, Ketua Program Studi Rekayasa Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), menuturkan dari sisi infrastruktur, pemenuhan kepada moda transportasi yang cepat kepada masyarakat masih sangat kurang. Karena itu, kehadiran kereta cepat di Indonesia, akan memberikan dampak kohesif terhadap kemudahan akses.
“Dengan adanya kereta cepat, masyarakat akan lebih mudah memilih, moda transportasi mana yang dipilih yang bisa mendukung kegiatan mereka, baik dari sisi ketepatan waktu maupun dari sisi harga,” jelasnya, dalam acara diskusi “Pembangunan Kereta Api Cepat Bandung-Jakarta: Kebutuhan atau Pencitraan?” yang diselenggarakan Economic Editor Forum, di Jakarta, Senin (11/1/2016).
Dia menambahkan beberapa dampak yang bisa didapatkan dengan kehadiran kereta cepat Bandung-Jakarta di antaranya terkait mutu lingkungan yang akan lebih terjaga, kemudian efisiensi penggunaan energi juga memperpendek jarak tempuh antara kota tujuan.
Waktu tempuh Bandung-Jakarta yang selama ini mungkin ditempuh sekitar 2-3 jam, dengan kehadiran kereta cepat, akan lebih cepat, dengan biaya yang tidak jauh berbeda.
“Dari sisi efisiensi energi, berdasarkan hasil survei di beberapa negera yang telah menggunakan kereta cepat, penghematan energi yang bisa didapatkan 8,5 kali lipat per kilometer dibandingkan dengan menggunakan moda transportasi lainnya,” kata Harun, yang juga menjadi Direktur Eksekutif Infrastructure Partnerships and Knowledge Center (IPKC).
Selain itu, selama proses pembangunan infrastruktur kereta dan juga saat operasional nanti, bisa disinergikan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkait. Misalnya saja, untuk pasokan energi yang menggerakan listrik, bisa memberikan keuntungan kepada BUMN yang mengelola energi baik batu bara ataupun gas.
Begitu juga untuk kebutuhan infrastruktur baja ataupun alumina, bisa disinergikan dengan BUMN yang memproduksi kebutuhan baja ataupun alumina.
“Lebih jauh, kita juga bisa belajar bagaimana transfer ilmu pengetahuan sehingga ke depan, kita juga bisa,” imbuhnya.
Harun mengatakan pembangunan kereta cepat Bandung-Jakarta hanyalah tahapan awal. Ke depan, harusnya sudah disiapkan pembangunan kereta yang menghubungkan Jakarta-Surabaya. Bahkan mungkin bisa secara berasamaan, misalnya saat ini Bandung-Jakarta, dalam waktu bersamaan bisa juga dilakukan pembangunan dari Surabaya, Bandung, sehingga pembangunan terintegrasi.
“Kapanpun mau dibangun, lahan trayeknya harus segara diamankan dari sekarang. Karena nanti kebutuhan dan pertumbuhan penduduk akan makin tinggi. Segera dilakukan, kalau memang kita mau pembangunan transportasi berbasis kereta bisa segera teralisasikan,” terangnya.
Sementara itu, Koordinator Gugus Tugas Komunikasi Kementerian BUMN Wianda Pusponegoro, menambahkan kehadiran kereta cepat yang juga didukung oleh beberapa BUMN akan memberikan ekonomi baru, terutama untuk sentra ekonomi Jawa Barat.
Gubernur Jawa Barat, menurut Wianda, juga sudah menyatakan dukungan terhadap pembangunan kereta cepat dan manfaat ekonomi yang didapatkan, khususnya adanya sentra ekonomi Jawa Barat tersebut.
“Kehadiran kereta cepat ini, akan menumbuhkan kota baru (new town), di wilayah Jawa Barat,” tegas Wianda.
Selain itu, tutur Wianda, multiplier effect juga bukan hanya dirasakan dengan lahirnya sentra ekonomi baru, tetapi juga keterlibatan BUMN dalam proyek tersebut. Sinergi BUMN akan menjadi kekuatan terealisasinya proyek dan muaranya akan memberikan keuntungan bagi negara.
Sementara itu, Kepala Bagian PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII/Staf Khusus High Speed Train (HST) Hendra Mardian mengatakan sejak 2008 ketika pembangunan tol Jakarta-Bandung, produksi teh di Walini terus mengalami penurunan bahkan kerugian.
Sejak itu juga, PTPN VIII berpikir untuk melakukan ekspansi bisnis memanfaatkana lahan dan rancangan yang ada, misalanya dengan masuk ke sektor properti dan sebagainya.
Maka, kata dia, ketika proyek kereta cepat Bandung-Jakarta digagas dan menjadikan lokasi PTPN VIII, Walini, sebagai daerah transit, sejalan dengan program ekspansi bisnis yang akan dilakukan sekaligus sinergi BUMN. “Kerja sama ini, akan memberikan nilai tambah bukan hanya bgai PTPN tetapi juga bagi bangsa ini,” ujarnya.
Kawasan perkebunan teh Walini seluas 2.900 hektare, akan menjadi daerah transit dan menjadi kawasan sentra ekonomi baru yang akan tumbuh dengan kehadiran kereta cepat tersebut. Bahkan ke depan, jika memang dibutuhkan, akan ada penambahan lahan , lebih besar lagi mencapai 10.000 hektrare.
Rencananya, Presiden Joko Widodo akan melakukan ground breaking proyek kereta api cepat yang membutuhkan investasi sekitar 6,2 miliar dollar AS ini di Walini, pada 21 Januari 2016.