TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah disarankan untuk mematangkan kajian tentang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung agar tidak mangkrak di tengah jalan.
“Sebaiknya ditunda dan dibuat kajian yang matang tentang proyek ini. Tunda lima hingga 10 tahun mendatang. Lakukan evaluasi komprehensif. Buat perencanaan yang matang, misal, kereta cepat untuk Jakarta-Surabaya dengan Bandung sebagai salah satu koridornya," jelas anggota Komisi VI DPR H Refrizal, Senin (25/1/2016).
Menurut Refrizal, proyek kereta cepat belum merupakan prioritas. Ada sejumlah insfrastruktur yang pembangunannya lebih mendesak untuk didahulukan, seperti proyek perbaikan jalan di Papua, proyek jalan Trans Sulawesi, atau jalan Trans Kalimantan.
Secara terpisah, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menyarankan pemerintah membuat studi makro yang komprehensif terkait proyek tersebut sehingga bisa mengeluarkan argumentasi kebijakan yang solid.
“Sekarang ini semua fokus pada analisis finansial dan fiskal. Sebenarnya urutan yang benari adalah investment appraisal, financing appraisal, dan procurement appraisal. Lah ini kan dimulai dari yang paling bontot,” ujarnya.
Ditambahkannya, pemerintah belum menghitung dengan baik eksposur risiko yang maha besar seperti risiko permintaan, pendapatan, biaya, kebijakan, dan governance.
Disarankannya, pemerintah memposisikan proyek High Speed Train (HST) di Jawa ini sebagai instrumen transformasi ekonomi dimana Pulau Jawa masih service island sehingga industrial development lebih cepat didorong ke luar Jawa.
“Kalau itu alasannya maka mungkin ada justifikasi proyek high speed train di Jawa. Setelah itu proyek serupa di Sumatera pada 2025 dan Sulawesi di 2035. Konektivitas luar Jawa tidak akan bisa tanpa transformasi di Jawa. Biaya investasi di Sulawesi misalnya saat ini dua kali di Jawa untuk industri serupa, apalagi di Papua bisa enam hingga delapan kali. Selalu ada tekanan fiskal untuk quick yielding,” tuturnya.
Sebelumnya, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri mengkritisi keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akhirnya tetap merestui pembangunan proyek kereta cepat dengan rute Jakarta-Bandung meski dikerjakan tanpa uang negara.
Faisal menuding proyek yang ditaksir menelan investasi 5,5 miliar dolar AS tersebut sarat kepentingan pribadi dari Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, yang diketahui menjadi penghubung Indonesia guna menjaring investasi dari China. Proyek ini dibiayai secara mandiri oleh konsorsium BUMN Indonesia dan China Railways dengan skema bussiness to bussiness dan ditargetkan selesai pada 2018.
Banyak kalangan menilai kalau kereta cepat ini di gelar akan butuh waktu puluhan tahun untuk ekosistem bisnisnya matang. Alhasil, beban yang ditanggung secara operasional tentu ditanggung konsorsium dimana ada BUMN di dalamnya. Padahal, kondisi riil di Jawa untuk connectivity antar kota bisa dikembangkan jalur yang sudah ada di perbaiki dan ditambah, sembari mengembangkan transportasi di luar Jawa.